Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Sunday, June 22, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 17

teman sejati


Sebuah pagi yang cerah. Hari minggu pagi. Cececuet-cececuet suara burung milik pak Nardi tetangga kontrakanku bernyanyi dengan cerianya. Ia ingin mengabarkan bahwa dirinya sangat baik-baik saja saat ini, walaupun orang melihatnya terkurung dalam sangkar. Pak Nardi sangat perhatian kepada burung kesayangannya itu. Sampai-sampai bangun tidur belum mandi, mengenakan sarung sudah ngurusin si burung itu. Sedangkan aku di saat yang sama memanaskan mesin sepeda motor milik Aisyah, yang kini aku juga memakainya. Punya pengalaman menarik saat aku pertama memboncengkan Aisyah, sepeda motor hampir nyrempet trotoar, maklum masih grogi, walaupun sudah menjadi istriku. Aku dan Aisyah tinggal di perumahaan satu jalan di Jebres, tepatnya di belakang kantor PMI Solo depan Rumah Sakit Moewardi Surakarta.

Acara minggu pagi biasa kami pakai belanja di pasar Ledoksari. Belanja bahan-bahan yang akan digunakan untuk memasak sendiri. Memang hari-hari biasa kami banyak membeli sayurnya dari luar, paling hanya memasak nasi, itupun pakai magic jar. Kami sama-sama menyadari, kalau kami berdua sama-sama sibuk, Aisyah sedang fokus merampungkan skripsinya, sedangkan aku masih Co-Ass. Aisyah selain sibuk menyelesaikan naskah skripsinya, juga memunyai sambilan les privat untuk anak SD, disamping itu dia juga punya hobi menulis. Disela-sela waktunya ia menuangkan gagasan, perasaan dan apa yang menjadi idealisme dalam tulisan. Jadi lumayan ada tambahan pemasukan. Terakhir ia sedang menyiapkan novel tentang anak-anak pinggiran. Karya non fiksinya banyak menulis artikel-artikel ringan banyak dimuat di media terutama Solo Pos mengenai ekonomi syariah. Melihat banyaknya kesibukan yang ia lakukan, aku sarankan agar beberapa tugas mentoring mahasiswa di Sie Kerohanian Islam Fakultas Ekonomi, ia lepas diserahkan kepada yang lebih yunior. Termasuk pengajar di TPA masjid Sabilillah, kami sama-sama mulai mundur dengan sebelumnya mencarikan pengganti yang benar-benar serius dan memunyai perhatian besar pada pendidikan anak.

Karena menyadari kesibukan itulah, kami mulai memutuskan menyisihkan sebagian uang untuk membeli handphone, biar komunikasinya mudah. Seringkali aku baru bertemu Aisyah ba’da maghrib. Adanya handphone lebih memudahkan “koordinasi” karena sepeda motor cuman satu, sehingga kalau menunggu kegiatan Aisyah aku tidak usah terlalu lama menunggu di tempat.

Jadi hari minggu ini, benar-benar merupakan acara kami berdua. Memasak.

“Kita masak apa de?”

“Yang sederhana aja ya mas”

“Ya, yang penting kita masak bareng”

“Minta tolong, aku yang banyak mengerjakan masaknya ya mas”

“OK sayang”

Aku akhirnya hanya membantu mencuci sayuran, menyiap-nyiapkan peralatan masak, dan habis itu aku berkonsentrasi penuh pada membuka-buka arsip, kliping majalah dan beberapa artikel dari internet, nyicil menyusun buku tentang marketing bagi dokter.

Tanpa terasa waktu sudah setengah jam lebih, dan sayup-sayup perlahan tapi pasti aku mulai mencium aroma masakan….ehmmm sedaaap…..

“Pasti enak ya de..”

“Jangan begitu mas, ga pede nih”

“Ga pa pa kok, aku seneng kok ngeliyat de Ais tadi sibuk masak”

........................................

“Eh, ngomong-ngomong sudah siap hidang belum sayang?”

“Mas ini ya mas”

“Ada apa sayang?

“Ini sayurnya kok tidak segar ya jadi layu, hitam kecoklatan”

“Coba aku liyat de”

Dan..

Sayur oseng kacang, sawi, wortel, semuanya jadi berwarna lebih gelap, tidak terang, tapi…

“Padahal tidak gosong lho mas?”

Aku senyum-senyum saja..

“Ndak pa pa kok sayang, hanya penampakannya saja kok”

“Ayoh kita makan, udah lapar nih”

“Eit sebentar, ditaruh mangkok dulu dong mas sayurnya”

“Eh iya, dasar wong ndesoo”

……………………

Karena lapar atau karena yang membuat masakan de Aisyah, aku tetap saja lahap memakan masakan yang disajikan. Padahal kalau mau jujur rasanya yaa… lumayan ngalor ngidul. Jangan marah lho de ini pengakuan jujur dari dalam lubuk hati yang mendalam. Tapi tidak diekspresikan. Aku menikmati sekali suasana indahnya makan bersama kekasihku tercinta… nikmat, Indah, tak dapat diuraikan dengan kata-kata tentang apa yang kurasakan di dalam hati ini.

“Enak de..”

“Ah mas, aku tahu rasanya tidak enak, tapi mas pura-pura merasa enak kan?

“Bener kok!”

“Mas mbok jujur tho mas, kekurangan masakannya apa, kan mas sering membantu ibu memasak, untuk rumah makan lagi”

“Ya deh..”

“Tadi itu… garamnya kurang dikit plus bawangnya juga tambah dikit, truz biar sayurnya tidak kering padahal tidak gosong, ditutup pake tutup panci habis meng-oseng beberapa saat”

“Aku tadi sebenarnya mau bantu, tapi de Aisyah meminta aku agar tidak banyak membantu”

“Ya yaa mas” jawab de Aisyah dengan agak sewot, aduuh manis sekali wajahnya, makin gemes saja nih.

“Besok lagi aku yang masak ya de”

“Bareng aja mas, biar aku tahu cara masak yang benar”

…………………………….

Yang membuat aku lebih tenteram bersama de Aisyah adalah dia itu rajin banget sholat malamnya, seringkali dia duluan yang bangun, baru aku terbangun dalam keadaan sudah melihat de Aisyah sholat malam duluan dan terkadang aku terbangun karena terdengar suara isakan tangis de Aisyah ketika sholat. Bila sempat bangun bersamaan, de Aisyah selalu meminta aku menjadi imam dalam sholat malam itu. Kebahagiaan tersendiri bagiku, tenang damai, mengembalikan semangat hidup, agar hidup itu bisa lebih hidup lagi.

Menjadi imam sholat malam, membuatku teringat akan kegiatan mabit yang sering diselenggarakan oleh anak-anak SKI lintas fakultas.. kadang lokasinya di masjid Nurul Huda, tetapi kadang pula di masjid Agung Surakarta dekat pasar Klewer. Menjadi imam sholat malam berjamaah dengan istri membuatku teringat akan nasihat mentorku ustadz Danang, cara kita melanggengkan hafalan surat yang telah nyantol di otak kita adalah menjadi imam sholat. Ustadz Danang ini beliau masih muda 4 tahun ketimbang aku, tapi aku sangat hormat padanya, umurnya barokah.. dalam usia yang muda sudah hafidh Qur’an, sudah membaca 500 buku yang ditulis ulama-ulama yang terpercaya mengenai masalah hadits. Sehingga menjadikan aku sangat bersyukur atas nikmat yang tak terkira ini, hidupku dikelilingi oleh orang-orang yang sholih dan faqih dalam agamanya. Dan yang lebih penting dari itu adalah mereka mengajakku untuk mengamalkan bersama-sama yang yang telah aku pahami tentang agama Islam yang aku anut dalam kehidupan sehari.

Kebersamaanku dengan ustadz Danang aku manfaatkan untuk meningkatkan hafalan Al-Qur’an-ku agar bertambah banyak dan bertambah lekat lagi hafalannya. Aku sudah hafidz 3 juz lho… juz1, juz 29 dan juz 30. Lumayan untuk orang yang terlambat belajar agama Islam, seperti aku ini. Setor hafalan kepada ustadz Danang berat lho, sebelum tajwidnya benar, ustadz Danang baru membolehkan aku menambah hafalan selanjutnya.

Sebenarnya kalau kita mau, untuk bisa seperti aku, cukup menganggarkan setengah jam sehari, biasanya habis sholat Subuh, untuk menghafalkan..insya Allah sudah bisa menambah sampai satu halaman Al-Qur’an.

Seminggu sekali aku bertemu dengan ustadz Danang bersama 7 orang lainnya aku setor hafalan kepada beliau. Biasanya setelah setoran hafalan, beliau memberikan wejangan kepada kami. Dan wejangan itu sangat bermuatan rukhiyah yang tinggi.. karena wejangan itu adalah apa yang dilakukan oleh ustadz Danang, dan kami tahu sekali tentang itu. Sehingga tausiyah yang beliau berikan kepada kami benar-benar berpengaruh pada peningkatan status rukhiyah kami.

…………………………….

Memang berat sih menghadapi kehidupan yang kujalani.. menjadi suami, menjadi co-ass, menjadi kepala rumah tangga, dan masih harus meningkatkan kompetensi keagamaan, hafalan Al-qu’an dan hadits, belajar ilmu fiqh, sejarah islam, strategi berdakwah…

“Sebelum kita mengamalkan apa yang tlah menjadi tuntutan kewajiban kita menjalankan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan rasul-Nya, kita harus faham betul mengenai apa yang akan kita lakukan, setelah faham dan mengamalkan, ternyata kita dibebani amanah oleh Allah untuk mengajarkan kepada orang lain. inilah yang namanya dakwah.. “ masih terngiang di telingaku mengenai tausiyah ustadz Danang setelah aku setoran hafalan surat Jum’at juz 28.

“Bahkan seorang ulama besar mengatakan ‘beban amanah yang diberikan oleh Allah kepada kita jauh lebih banyak dari pada waktu yang tersedia untuk kita’ karena itu, kita harus rapi dalam menyusun agenda kerja kita…” lanjut ustadz Danang..

Karena itu aku dan Aisyah, selalu menempatkan perencanaan hidup kami berdua di masa mendatang. Proses-proses tarbiyah apa yang harus kami lalui, serta bagaimana goal dari proses tarbiyah itu, dan bagaimana pengaruhnya bagi kami.

Misalnya, dalam waktu dekat ini kami merencanakan memunyai anak. Nah berarti harus menyiapkan sebaik-baiknya baik pemahaman, aspek mental, dan rukhiyah sebagai orang tua, agar bisa mendidik anak dengan baik, mendidik dengan tauladan yang baik. Sejak masih lajang alhamdulillah kami berdua sudah banyak mengumpulkan buku-buku tentang pendidikan anak. Mengikuti kajian atau seminar yang membahas tentang pendidikan anak. Walaupun tidak paham dengan pasti mengenai psikologi anak, setidaknya dalam forum-forum semacam itu sudah bisa melihat permasalahan-permasalahan apa yang akan dijumpai dalam mendidik anak. Aku bersyukur mempunyai lingkungan teman-teman yang bisa diandalkan… menyiapkan mental dan rukhiyah dan lebih antisipatif dalam menghadapi riak-riak gelombang pasang surut dalam mendidik anak……

…………………..

Aku sendiri juga mulai mengasah keterampilan dalam berwirausaha agar dapat membangun kemandirian ekonomi. Setidaknya pengetahuan harus selalu di-upgrade agar pengetahuan berwirausaha sejalan dengan trend an perkembangan bisnis saat ini. Karena itu walaupun tidak langganan majalah bisnis semacam majalah SWA atau business week, aku selalu membuka-buka dulu di toko buku, melihat isinya kalau isinya OK sesuai dengan minat perhatianku aku beli, kalau tidak ya tidak. Harus belajar dan menerapkan efisiensi, maklum anggaran yang cekak.

……………………………..

Bersama de Aisyah aku selalu memutaba’ah terhadap apa yang telah kami rencanakan sebelumnya, ada rencana harian, ada rencana mingguan, ada rencana bulanan dan ada rencana tahunan.

Jum’at malam biasanya kami pakai untuk melakukan mutaba’ah itu, biasanya jam 22.00 an malam menjelang tidur. Kami menyediakan white board tipis dan disana sudah disediakan kolom-kolom harian dan di baris sebelah kirinya ada kolom-kolom kosong dan kami mengisinya mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang ingin kami mutaba’ah setiap minggu, setiap bulan dan setiap tahun.

“Mas Karim, kemarin kita menargetkan bisa sholat malam 4 kali dalam seminggu.. realisasinya, kita cuman 3 kali dalam minggu ini.”

“Iya yaa, kenapa ya de?”

Melihat jadwal jaga mas Karim yang seminggu ini kosong karena tidak sedang in kan harusnya bisa lebih banyak”

“Coba de, hari apa saja kita yang tidak sholat malam?”

“Hari senin, hari rabu, hari jum’at dan hari sabtu”

“Banyak ya, subhanallah, allahu akbar… luar biasa Rasulullah SAW ya, tiada malam yang tidak dilalui tanpa sholat malam”

“Itu kan Rasulullah SAW mas, manusia pilihan, beda dengan kita”

“Mestinya kan bisa, Rasulullah SAW itu manusia, sama seperti kita, karena itu dia dijadikan oleh Allah sebagai tauladan, karena dia manusia, sedangkan kita juga manusia, mestinya kita juga bisa meneladaninya”

“Memang kita butuh proses mas, tidak serta merta kita langsung bisa, kita butuh dukungan. Kita tidak bisa sendiri, karena itu ada mabit segala dalam rangka agar kita selalu terdorong untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas sholat malam kita”

“Karena itu kita butuh jamaah de, agar ada tempat bagi kita untuk saling bercermin, makanya benar kata sayidina Ali mengenai obat hati.. yang pertama baca Qur’an dan maknanya, yang kedua sholat malam dirikanlah, yang ketiga berkumpulah dengan orang-orang sholeh, yang keempat, perbanyaklah berpuasa dan kelima dzikir malam perbanyaklah”

“Ini de, yang ingin mas tekankan adalah berkumpullah dengan orang sholih… ini mengenai kita… alhamdulillah sekali mas bisa menemukan komunitasnya ustadz Danang, aktif mengadakan mabit sebulan sekali, mentoring rutin mingguan sekaligus setor hafalan, acara memperluas pengetahuan kita tentang agama, dan olah raga serta rihlah bersama.”

“Iya mas ketika ada kecenderungan hati kita untuk berbuat dosa dan maksiat, ketika kita berjumpa kembali dengan saudara-saudara kita, kita jadi berpikir seribu kali, di sekitar kita dikelilingi oleh orang-orang sholeh, ada ‘pengawasan melekat’.. inilah yang mengendalikan kita agar selalu berusaha menjadi baik”

“Mas Karim sekarang sudah jam 22.30… saatnya mas ronda lho”

“Oo iya de”

“Istirahat ya de, nanti setelah selesai ronda mas menyusul”

…………………………………….

Setelah mengunci semua pintu dan jendela rumah, aku berangkat ronda. Sebenarnya acara ronda mempunyai tiga misi, yang pertama adalah meningkatkan keamanan kampung, yang kedua, sarana silaturahim, karena bisa saling bertemu dan bertukar pikiran sehingga bisa lebih mengakrabkan antar warga apalagi seperti aku adalah warga baru, yang ketiga, sarana meningkatkan kas RT. Acara ronda adalah mengambil uang Rp. 200,- per rumah. Lumayan dalam sebulan bisa terkumpul uang sebanyak Rp. 400an ribu.

Jaga ronda membuatku melihat banyak hal, dalam satu RT kami orang perumahan termasuk minoritas, sebagian besarnya adalah warga kampung. Jadi ketika jadwal jaga orang lima aku sendiri dari orang perumahan dan empat lainnya adalah orang kampung. Keliling mengambil jimpitan, menyusuri jalan-jalan kampung, menyusuri rumah-rumah dari yang megah sampai yang reot. Bisa melihat mana daerah orang kaya dan mana daerah tempat tinggal orang miskin.

“Wah mas dokter ini luar biasa” kata pak Karto memulai pembicaraan sambil berjalan memunguti jimpitan.

“Ah pak Karto ini lho, saya kan masih Co-Ass”

Lho sebentar lagi mas Karim kan mau jadi dokter”

“Iya ya pak, didoain kok tidak mau”

“Eh sebentar pak, kenapa kok luar biasa? Biasa kan jadi warga mendapatkan jatah jaga terus berangkat jaga”

“Tidak semua begitu lho, di perumahan tetangganya mas Karim, paling hanya pak Nardi saja yang aktif jaga, trus ada tambahan satu orang lagi yaitu panjenengan

“Saya bisa jaga kan ‘kerjanya’ sampai jam 00.00 paling molornya jam 00.30, tidak membuat capek, karena besok harus berangkat di rumah sakit jam 08.00 pak, jadi masih cukup bisa tidur. Toh saya biasa kurang tidur, kalau pas jaga”

“Permasalahannya bukan begitu mas Karim, banyak orang perumahan itu merasa tidak selevel dengan orang kampung. Banyak orang kampung yang jadi pekerja atau bahkan pembantu pocokan orang perumahan”

“Sampai jaga saja mereka banyak yang mewakilkan pada orang kampung yang paginya kerja di tempat mereka”

“Ooo begitu ya pak, baru tahu saya”

……………………………..

Teng teng teeeng teeeeng

Orang-orang berhamburan menuju tiang listrik yang dipukul-pukul tadi….

Hah? itu kan Johan atau si Jo, yang memukul-mukul tiang listrik tadi ngapain dia ke sini pakai memukul-mukul tiang listrik segala. Tapi aku diam saja dan sedapat mungkin menyembunyikan mukaku, dan untuk mengalihkan perhatian aku ajak pak Karto temen rondaku, untuk duduk-duduk di pos ronda.

“Ada apa pak Karto mereka kok lari-lari menuju kesana, sepertinya ada hal penting yang membuat mereka terburu-buru”

“Ooo itu, masak mas Karim belum pernah dengar”

“Itu cap ji kie”

“Judi cap ji kie itu pak?” Tanyaku penuh keheranan.

“Iya saya tahu, tapi sudah lama dilarang pemerintah kan pak? Timpalku lagi.

Sambil menyulut rokoknya dan mengambil posisi yang nyaman di pos ronda pak Karto, mulai menghirup rokoknya dari caranya menghisap rokok, tampak beliau ini menikmati rokok kebanggaannya… Dji Sam Soe.

“Ah mas Karim kayak tidak tahu aja, negara kita Indonesia yang kita cintai ini kan pintar membuat undang-undang, tapi penerapannya? Nol besar”

“Buktinya sudah mas Karim liyat sendiri kan? Cap Ji Kie masih tetap jalan padahal sudah dilarang”

“Mengapa kok bisa begitu ya pak?”

“Ya sudah jadi rahasia umum lah banyak oknum perwira yang terlibat”

“Bagaimana bisa Pak? Bagaimana cara kerjanya? Kan sering ada mutasi berarti kan tidak terlalu lama kan mereka berada di satu tempat?”

“Pertanyaan yang bagus”

Kembali pak Karto menyalakan rokoknya karena rokok yang tadi disulut sudah habis. Kulihat cara membuka kemasannya seperti yang diiklankan, membelah rokok dari tengah. Sekali lagi pak Karto mengisap dalam-dalam rokok kebanggannya itu. Dan meniupkanya pelan-pelan, seolah-olah enggan melepaskan aroma rokok yang terbakar pergi begitu saja dari ruang-ruang pernafasannya.

“Begini mas Karim. Andaikan saja orang yang telah banyak memberikan kita bantuan, tiba-tiba saja kita tahu, bahwa dia berbuat salah. Sepertinya dia menikmati kesalahannya itu karena ia menguntungkan sekali dan menghasilkan uang yang berlimpah. Apakah mas Karim bisa langsung memeringatkannya dengan tegas?”

“Tidak pak” jawabku dengan menduga-duga bagaimana cara kerja oknum perwira melindungi para Bandar judi itu.

“Lalu hubungannya dengan melindungi beroperasinya bandar judi, bagaimana pak?

“Sebentar....”

Kembali pak Karto menghirup dalam-dalam rokoknya dan menghembuskannya dengan penuh seni, asap itu mengepul membentuk lingkaran-lingkaran.

“Para Bos bandar itu pinter sekali membuat lingkaran-lingkaran…yang susah untuk memutusnya”

“Riilnya seperti apa pak?”

“Setiap ada pergantian pimpinan, seperti yang barusan tadi pagi dimuat di koran Solo Pos. Sebelum orang lain menyalami dan menyambut atas kedatangannya, para bos bandar judi inilah orang yang pertama menyalami dan mulai mengamati apakah ada yang kurang dari bos perwira yang baru ini”

“Maksudnya?”

“Misalnya, bila rumah dinas bos yang baru ini masih kosong tidak ada perabotan rumah tangganya, besok pagi sudah datang seperangkat perlengkapan mebeler kelas satu untuk menghiasi ruang tamu bos yang baru”

“Ketika tidak ada kulkas, datanglah kulkas, bila tidak ada komputer atau laptop, maka akan datang laptop, bahkan sampai mobil sekalipun”

“Kalau seperti itu kan jelas mudah ditebak”

“Kedatangan barang-barang itu semacam test case, mengenai mudah tidaknya bos baru itu ditembus untuk urusan selanjutnya.”

“Lalu bagaimana ternyata kalau segala macam benda itu ditolak atau dibuang di pinggir jalan atau malah dikasihkan kepada wartawan?”

“Mereka banyak sekali idenya dan tidak mudah menyerah. Mereka pandai menyelami apa yang menjadi ambisi bos perwira baru itu. Termasuk akhirnya mengetahui bahwa bos itu sangat berambisi dengan kenaikan pangkat. Maka yang mudah sekali mereka mempunyai lobi di kantor daerah sampai pusat termasuk uang-uang yang diperlukan untuk kenaikan pangkatnya itu. Intinya begini, bagaimana caranya agar para bos bandar judi itu menciptakan semacam hutang budi kepada bos perwira itu”

“Ooo begitu ya”

”Tidak semuanya begitu lho. Tapi kasihan juga institusinya ya, hanya karena olah sebagian kecil orang, ternoda citra institusi secara keseluruhan.” kata pak Karto

Pembicaaraan beralih ke topik lainnya. Sambil aku menunggu kerumunan orang itu berakhir. Dan yang lebih penting mengamati dan memastikan kalau si Jo sudah tidak berada di situ lagi.

…………………………………….

Jam 00.45 aku berpamitan kepada pak Karto, wah terlambat 15 menit untuk pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang aku berjalan melewati kerumunan orang yang melihat nomor buntut apa yang keluar pada jam 11.30 tadi. Dan mereka tampaknya sedang ramai mendiskusikan kira-kira nomor apa yang akan keluar besok jam 9.00 pagi. Lucu juga melihat perilaku orang-orang itu. Walaupun tidak ada logika yang jelas dalam meramalkan, kemungkinan nomor keluar, dengan membaca buku “pedoman” nomor mengaitkan mimpi dengan nomor yang keluar. Ratu dengan nomor satu, babi dengan nomor sembilan, pesta dengan nomor tujuh dan hal-hal lain yang aneh mengenai hubungan mimpi dan nomor buntut. Aku lupa mengingat peristiwa mimpi dengan nomor yang akan muncul, memang di luar logika, tapi mengapa mereka sangat serius dan sangat yakin dengan buku “petunjuk” itu. Judi telah menjadi candu. Tanpa judi mereka tidak bisa hidup. Halahhh.

Tapi ini kenyataan lho!

Pernah suatu ketika ban sepeda motorku bocor. Kebetulan ada tambal ban dan warung makan kecil di dekatnya. Dan ternyata yang ngurusin tambal ban adalah suami wanita yang jualan makanan di dekatnya. Tanpa sengaja aku mendengar percakapan mereka:

“Bu, nanti yang nembak biar aku saja, kemarin kita sama-sama jebolnya”

“Ndak pak, aku punya filing yang kuat kalau mimipiku tadi malam pasti bisa nembus nanti”

“Pokoke ibu nggak usah nembak titik!!!”

Aku yang sedang nunggu tambalan banku selesai hanya senyum-senyum saja tetapi dalam hati tentunya. Tentu saja tidak enak kan, melihat pertengkaran suami istri terbuka di depan publik.

………………………………..

Yah itulah kehidupan wong cilik yang sudah menderita, harapannya melambung tinggi. Dan harapan itulah yang menarik buat orang-orang yang pandai minteri. Entah untuk judi, yang menjanjikan uang jutaan rupiah atau pada saat pemilu legislatif atau presiden atau bupati atau gubernur… semuanya dibuai janji-janji yang melenakan, tidak menginjak bumi, dan tidak realistik.

…………………………………..

Eeh ternyata aku sudah sampai rumah. Aku keluarkan kunci, aku buka pintu dan masuk rumah, menyusul de Aisyah yang sudah tidur duluan. Bismika allaahumma wa bismika amuut.

Nanti subuh bangun, dan bangun pagi dengan membawa optimisme baru. Bangun menghadapi dunia. Bangun dengan perhitungan-perhitungan. Bangun membuat jejak-jejak kehidupan. Bangun menorehkan amal-amal kebaikan. Bangun memeras keringat dan otak. Bangun mencari kemuliaan yang dijanjikan Allah. Bangun merajut harapan agar menjadi kenyataan.

bersama teman sejatiku… Aisyah istriku tercinta.


BERSAMBUNG..

No comments:

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments