Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Wednesday, June 4, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 2

Nganjuk 2000

“Kota ini, adalah kehidupanku tempatku merekam segala yang tumbuh di sana bersama dengan tumbuh kembangku. Begitu penuh dengan kenangan Kah” kataku kepada Barkah, teman satu kost yang ingin bersamaku ketika aku mudik.

Kota hanyalah sebuah tempat berkumpulnya benda-benda mati dan hidup. Masing-masing punya makna bagi penghuninya. Bangunan-bangunan itu berjajar-jajar begitu saja menuruti orang yang mengaturnya. Benda-benda hidup yang sebagian besarnya manusia, lalu lalang di setiap sudutnya selalu berganti-ganti setiap saat. Penuh dinamika.

“Tetapi kenangan itu ada di sini dan sini” kataku sambil kutunjukkan dengan jari telunjuk pada kepala dan dadaku. Barkah manggut-manggut, dengan wajah serius, mencoba mencerna apa yang aku ucapkan padanya.

“Sebelum kamu kenal dengan diriku, kamu tahu Nganjuk?” tanyaku sambil harap-harap cemas. Kalau-kalau jawabannya memalukan diriku.

“ha ha ha haa ….” Ketawanya lepas dan keras sekali. Hingga orang-orang di sekitar kami menoleh ke arah kami. Aku jadi tidak enak dengan mereka. Tetapi hanya sebentar. Mereka kembali ke kesibukan masing-masing, menikmati perjalanan bus Eka jurusan Solo – Surabaya.

“Aku baru tahu Nganjuk, setelah kenal kamu Rim” sambungnya dengan masih ada sisa ketawa di sudut bibirnya.

Ternyata yang aku khawatirkan memang terjadi. Mungkin hanya orang Jawa Timur saja yang tahu Nganjuk. Apa mungkin tidak tergambar di peta Indonesia kali ya. Tapi ndak apalah. Barkah kan berniat baik. Ingin berlibur di Nganjuk. Menyambung tali silaturahim dengan keluargaku.

“Kuliah di kedokteran sungguh-sungguh tidak manusiawi ya Kah” aku mencoba mengalihkan pembicaraan untuk menutupi rasa maluku tadi.

“Bayangkan, jam tujuh pagi sudah pretest, siang dikit udah kuliah sampai melintasi jam makan siang. Jam satu siang mulai praktikum. Malam harus belajar persiapan pretest esok harinya, seringpula harus belajar untuk quis, atau mid atau semesteran. Itu kita lalui selama empat tahun. Kalau sudah di klinik, kata kakak-kakak tingkat kita yang sudah co-Ass, harus jaga malam, stase di bagian dari jam tujuh sampai jam dua siang. Malamnya kalau tidak jaga, kita harus mempersiapkan referat, reading journal, presentasi kasus. Kalau jaga, kita dibuat tidurnya tidur-tidur ayam. Sebentar-sebentar bangun, habis subuh, mulai menyusun laporan kasus. Jadi kita sedikit sekali waktu untuk bersosialisasi. Sering kan, kita dengar keluhan dari anak kos, kalau anak kedokteran itu eksklusif, kurang gaul dan suka menyendiri di kamar.” kataku berargumen.

Sampai-sampai, dulu ketika TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) mengudara pertama kalinya, kamu tahu mas Erlan yang cumlaude itu?”

“Tahu kakak tingkat, empat angkatan di atas kita, kenapa dengan mas Erlan”

“Dia nanya ke temennya, ‘ada siaran langsung apa tho ini?’”[1]

Seketika teman-teman satu asrama meledak tertawanya, dan sekaligus memaklumi, dasar anak kedokteran, terlalu sibuk dengan belajar.

“Sampai seperti itu lho Kah. Mitosnya anak kedokteran kalau tidak kuper ya minimal jadul[2]. Tuh, kamu lihat anak-anak kedokteran jadul abis. Termasuk kita-kita juga haa haa haa” Aku tertawa tanpa pengikut, jadi sendirian, sehingga menjadi sumbang.

“Aku salut sama mas Harno, sudah kita sibuk kayak gitu, mas Harno masih punya waktu ngurusin senat mahasiswa, ngurusin Majalah Erythro, ngurusin pengajian TPA di masjid Nurul Falah, kadang-kadang ada jadwal ngisi khotbah jum’at. Prestasi mas Harno, ya tidak buruk-buruk amat, IP-nya masih tiga. Aku tidak sanggup menjalani hidup gaya spartan kayak mas Harno” Lanjutku, untuk menutupi kesumbangan suasana.

“Hei siapa bilang anak kedokteran kuper?” protes Barkah.

“Kamu belum tahu Rim, sepak terjang si Henry, si Tomy, sama si Joni. Dia tuh, memang wajahnya cakêp untuk anak kedokteran, punya mobil, ceweknya ganti-ganti. Kuhitung si Henry sudah tiga kali ganti cewek, si Tomy empat kali, malah si Joni sudah enam kali selama empat tahun!” argumen Barkah begitu kuat dan tak terbantahkan.

“Iya, tapi mereka prestasinya biasa-biasa saja kan. Malah si Joni dua kali nasakom (nasib satu koma) IPnya.” Kilahku tak mau kalah pula.

“Memang mereka berantakan kuliahnya, tapi kan tidak kuper, malah jadi idola cewek-cewek segala” Barkah mengakui, tetapi tetap tidak mau kalah.

“Hei, kita kok jadi panas tho emosinya gara-gara kuper tidaknya anak kedokteran?”

aku menyela, di tengah ketegangan itu.

“Kah, aku mau jujur padamu, tentang rahasiaku sewaktu SD dan SMP, tapi aku minta kau rahasiakan ya” kucoba alihkan pembicaraan.

“Apa Rim? Aku janji tidak akan kuberitahukan pada siapa-siapa” tanya Barkah dengan ekspresi muka yang ingin tahu.

“Waktu aku SD dan SMP dulu, masih banyak lho orang yang tidak pakai celana dalam, termasuk aku. Pernah sewaktu SMP aku kecetit tititku sewaktu habis pipis di kamar mandi sekolah. Sempat aku bingung dan panik, untung bisa kulepas, walaupun dengan menahan rasa sakit hebat.

Tapi itu belum seberapa dengan pengalamanku ketika waktu SD. Waktu itu aku sedang mencari temanku bernama Edi. Seperti kebiasaannya dia selalu nongkrong di masjid desaku. Aku segera bergegas ke sana, tatkala dia tidak ada di rumahnya. Betapa terkejutnya dengan yang aku lihat. Seorang pemuda, seumuran kita sekarang. Tidur dengan bersarung, tidak memakai celana dalam. Tersingkap sarungnya. Apa yang kamu bayangkan? Yah, titit itu terlihat. Tampaknya sudah lama dalam keadaan terbuka. Yang membut aku berkesimpulan seperti itu adalah, karena yang kulihat corona penis-nya terikat dua utas benang, satu benang ditarik-tarik oleh teman mainnya Edi. Seutas lainnya dihubungkan dengan seekor belalang. Belalang itu melompat-lompat tetapi tidak bisa, karena terikat benang yang pangkalnya terikat di corona penis. Segera aku lari menjauh dari orang itu. Pasti kalau bangun akan marah, memukul atau melempar batu pada orang-orang yang ngerjainnya. Ternyata yang kukhawatirkan terjadi. Orang itu bangun, marah dan malu. Segera ia mengambil batu bata di émpéran masjid. Tetapi kemudian ia baru menyadari, perbuatannya itu sia-sia. Anak-anak teman mainnya Edi keburu lari tunggang langgang.”

“haa haa haa” Barkah tertawanya meledak, seperti gunung Merapi yang tiba-tiba meletus mengeluarkan segala yang ada di dalam perutnya. Lagi-lagi membuat pusat perhatian orang-orang yang sama-sama naik bis dengan kami. Segera aku menunduk, tetapi masih dalam keadaan terpingkal-pingkal.

“Kamu tahu Kah, yang membuat aku sangat geli. Yaitu membayangkan saat orang itu melepas ikatan benang. Mana yang didahulukan, melepas ikatan di corona penis atau belalangnya yang geraknya aktif meloncat-loncat?”

“haa haa haa” lagi-lagi Barkah meledak tertawanya.

”Dasar anak-anak, kreatif tetapi perlu diarahkan tempatnya agar bisa produktif ya Kah” kataku dengan sisa-sisa ketawa yang masih membekas di bibir.

Perjalanan begitu menyenangkan, kami saling bertukar lelucon, saling bercerita, saling ketawa dan akhirnya tertidur. Segera kami terbangun, ketika pak Kondektur berkata “Bagor Bagor Bagor!” Perjalanan tiga jam itu terasa begitu cepat berlalu.

“Tampaknya kita sudah sampai Kah, ayo kita ke sana” kataku sambil kugandeng tangan Barkah, mengajaknya menuju depan, dekat area kerja pak Sopir. Antara Bagor dan Kedondong, desa tempat tinggalku berjarak 3 kilometer. Aku mengajak Barkah bergegas adalah biar ada persiapan, untuk bangkit, dan berjalan ke depan dekat pintu.

“Kiri pak” aku memberi aba-aba pada pak Sopir untuk menepi, agar tepat berhenti di depan rumahku, yaitu di depan Gudang Dolog desa Kedondong kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.

“Turun kaki kiri dulu” pak Kondektur, mengingatkan pada kami, biar tidak tersêrimpêt dan jatuh, karena masih ada sisa gaya kelembaman, walaupun bus sudah berhenti.

“Terima kasih pak” ucapku berdua dengan Barkah, kepada pak Kondektur dan Sopir, ramah sekali mereka pada kami. Memang harusnya begitu memberikan service kepada pelanggannya.

“Hati-hati ya”

“Ya pak”

BERSAMBUNG...

[1]Dulu ketika stasiun TV adanya cuman TVRI, mengudara mulai 16.00 – 24.00, selain jam itu adanya hanya siaran langsung.

[2] Jadul = jaman dulu, alias kuno, kadang disebut ketjam = ketinggalan jaman

1 comment:

ALKIRMANYS said...

Salam kenal om... good

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments