Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Sunday, June 15, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 10

Namanya Endar

Orangnya dinamis. Dinamis ngomongnya alias banyak tetapi tidak ngelantur. Dinamis pikirannya, selalu banyak ide dan pertanyaan. Dinamis penampilannya, selalu berpenampilan baru dan eye catching. Tingginya menurut prediksi 165an centimeter, berdasarkan saat berdiri sejajar dengan diriku, kira-kira sama dengan tinggi telinga bawah dikit. Padahal diriku tingginya 176 centimeter. Orangnya tidak berjilbab, jadi aku bisa melihat dengan jelas bentuk rambutnya, yang hitam mengkilap, lurus, hingga punggung belakang. Kulitnya kuning langsat, selalu memakai celana jins, sehingga nampak lekuk tubuhnya yang sintal. Dia adalah pelanggan dik Iqbal, menyewa komputernya dik Iqbal untuk mengerjakan skripsinya.

Aku sendiri jelas kenal dirinya, karena aku juga menyelesaikan pekerjaanku juga di ruang yang sama dengannya. Dia pelanggan sedangkan aku jadi karyawan. Yang membuat dirinya spesial, adalah dia sangat berbeda dengan yang lain. Kedinamisannya. ENDAR SULISTYOWATI namanya. Mahasiswi fakultas Komunikasi. Mungkin karena dia orang komunikasi, sehingga pintêr bermain dengan persepsi orang. Sehingga aku pun merasakan dirinya berbeda dengan yang lain. Tapi memang kayaknya dari karakternya sendiri, suka menentang kemapanan. Gaya berpakaiannya, gaya berbicaranya tidak seperti perempuan pada lazimnya, dan seringkali pertanyaan yang dilontarkan diawali dengan “apa benar?”, “Mengapa?”, “bagaimana hubungannya?”

“Mas Karim, apa benar kalau orang laki-laki itu lebih senang dengan poligami?” tanya Endar kepadaku saat kami sama-sama mengetik.

“Emang kenapa kok tanya poligami segala, apa ada yang ngajak kamu poligami?” tanyaku sedikit iseng.

“Ahh, Mas Karim ini ada-ada saja, ndak ya mas, sorry ya mas, aku sangat benci dengan cowok yang suka poligami… jijik” jawab Endar dengan wajah sewot.

“Wah, termasuk aku ya. He he he” jawabku sedikit meledek

“Endar, aku pernah baca bukunya buya HAMKA, kalau nggak salah dalam buku tasawuf modern, dalam buku itu beliau bercerita mendapat wasiat dari guru beliau yang kebetulan mempunyai dua istri, ‘sekalipun dalam Islam dibenarkan melakukan poligami, aku harap kamu tidak mengikuti jejakku melakukan poligami. Pengalaman kami bertiga, sekalipun secara lahir tidak ada apa-apa, tetapi tetap saja di hati ada sesuatu yang tidak mengenakkan diantara kami bertiga hingga salah satu diantara kami ada yang meninggal duluan.’ Aku sendiri bisa membayangkan bagaimana rikuhnya ketika bermesraan dengan satu istri, sementara tanpa sengaja istri yang lain tahu, apalagi tinggal satu rumah, aku belum bisa menata perasaan ini Endar. Sebenarnya poligami Rasulullah saw sendiri jauh berbeda motivasinya dengan kebanyakan pelaku poligami saat ini. Sebagian besar istri kedua dan seterusnya, lebih muda, lebih cantik, lebih sintal. Tetapi Rasulullah SAW menikahi janda-janda yang mempunyai tanggungan banyak anak dan rawan fitnah serta menjaga agama wanita-wanita tersebut. Itulah yang belum pernah kulihat pada pelaku poligami saat ini. Paling-paling yang aku lihat adalah Ustadz Fadlan, istri keduanya janda beranak empat dan usianya lebih tua dari istri pertama, dan justru istri pertamanya yang memotivasi untuk menikah dengan istri keduanya itu…”

“Terus kamu sendiri gimana mas Karim?” pertanyaan tak terduga muncul dari mulut Endar

“Kok nanya aku? ada maksud apakah?” tanyaku penuh selidik

“Cuman bercanda kok, kan dokter kaya, bisa memilih istri sesukanya..” jawab Endar dengan mimik menggoda.

”Ya kalau aku sih, kita kembalikan untuk apa sih tujuan kita menikah. Kita memilih menikah kan untuk mencari kebahagiaan kan, dengan segala resiko yang dihadapi dengan pilihan kita. Kalau misalnya poligami itu lebih menyelesaikan masalah ketimbang monogami ya ga masalah. Tapi bagiku sangat berat. Selain masalah menata hati tadi, bagaimana nanti kalau misalnya aku meninggal. Bagaimana rumitnya pembagian harta waris kalau misalnya ternyata hartaku banyak. Saudara bapak saya ada lho, kaya, istrinya lebih dari satu, meninggal, anak-anaknya meributkan harta warisan, masih di atas makam bapaknya yang barusan dikubur. Sesak rasanya dada ini melihat kejadian itu. Sangat berat, Endar, memilih poligami. Sangat berat tanggung jawab yang harus kita pertanggungjawabkan besok di akhirat kelak.” kataku

Endar orangnya perhatian kepadaku maupun dik Iqbal. Setiap datang ke tempat rental dik Iqbal selalu saja membawa oleh-oleh. Paling sering adalah oleh-oleh makanan ringan. Terkadang pula pernah membawa oleh-oleh kertas satu rim, atau tinta untuk komputer. Kamus bahasa Inggris John Echol-ku juga hadiah ulang tahunku dari Endar. Aku tidak tahu dari mana dia tahu hari ulang tahunku.

“Rim, kayaknya Endar naksir kamu. Kalau dia ke sini, sedangkan kamu pas tidak ada, wajahnya murung, tetapi kalau kamu ada dan sedang ngerjain terjemahanmu, wajahnya langsung bersinar-sinar..” kata Barkah memulai pembicaraan.

“Kamu jangan membuatku ge-ér Kah. Dia itu pelanggannya dik Iqbal. Sedangkan aku kan karyawan khusus penerjemahan.” Sergahku pada Barkah.

“Serius Rim. Aku benar-benar mengamati perubahan wajah itu. Kamu harus nentuin sikapmu. Ajaklah dia ngomong-ngomong mengenai masalah ketertarikannya padamu. Bisa jadi dia tidak berani mengutarakannya, karena sikapmu yang dingin.” Barkah kembali menekankan keseriusannya mengenai apa yang ia amati.

“Ahh kamu mengada-ada aja Kah, udah sanaa sanaa. Kamu masih belum selesai kan tugas referatmu. Waktumu tinggal nanti malam, besok pagi kamu harus mempresentasikan.” Aku coba mengalihkan pembicaraan. Terus terang aku merasa tidak nyaman bila menyinggung hubungan pria-wanita, apalagi mengenai pacaran. Aku pernah mengalaminya. Memasuki dunia yang penuh masalah. Aku tidak nyaman menjalaninya. Merasa bersalah. Itu adalah berkhalwat antara pria dan wanita yang bukan mukhrimnya. Kasihan Wulan, aku telah melukai hatinya. Aku berjanji tidak akan mengulanginya kepada siapapun, termasuk Endar sekalipun. Cukup sekali.

“Aku benar-benar serius Rim, ini kesempatanmu! Tampaknya kamu juga menyukainya kan” Barkah tetap pada posisinya untuk meyakinkanku.

“Udah ya..Kah. Aku mau mandi. Aku tidak ingin lagi ada hati yang terluka…Tapi aku punya kesimpulan lain, kayaknya kamu yang naksir Endar!” Aku pun juga tetap pada pendirianku. Sambil melangkah menuju kamar mandi.

“#@*?!….” Barkah melongo, tetapi tidak gigit jari.

-------------------

Untuk usaha pengetikan, rental dan penerjemahan aku dan dik Iqbal sengaja menyewa satu kamar tambahan tempat komputer-komputer beroperasi. Ada lima unit komputer dan satu printer. Karena bukuku banyak maka, sebagian buku terutama yang non kedokteran aku taruh sekalian di kamar rental tersebut. Aku menganggarkan 10 % dari pendapatanku untuk membeli buku-buku non kedokteran; sebagian besar aku beli di toko buku loak di Sriwedari. Sedangkan buku-buku kedokteran aku mendapatkan warisan dari kedua kakakku yang nyaris lulus menjadi dokter, tinggal menunggu pelantikan dokter. buku-buku sebangsa Atlas Anatomi Spalteholtz, buku Fisiologi Guyton, buku Histologi Janquera, Biokimia Harper, Patologi Anatomi FKUI, dan banyak modul kuliah terutama Ilmu-ilmu Dasar Kedokteran sudah aku taruh di Nganjuk. Sedangkan Buku-buku klinis seperti buku Penyakit Dalam FKUI, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, Kedokteran Jiwa Maramis, dan buku-buku modul kuliah klinik aku simpan di kamarku. Tetapi buku-buku non kedokteran yang sudah selesai aku baca aku taruh di rak kamar “kerja”. Koleksiku makin lama makin menumpuk. Banyak orang yang memandang aku orang aneh. Orang kedokteran koleksi bukunya di luar pakêm. Aku mempunyai buku-buku seperti Emotional Intelligent Daniel Goleman, Seven Habit Stephen R Covey, Class Civillisation Samuel Huntington, Mega Trend John Naisbitt, berbagai karya Kuntowijoyo, buku-buku Marketing Hermawan Kartajaya, juga buku-buku karya HAMKA, Maurice Bucelle, sebagian tafsir fii dhilalil qur’an karya Sayid Qutub, buku memikat hati karya Abbas Ass-siisii, bukunya Quraish Shihab dan bukunya Dadang Hawari tentang Qur’an dan kedokteran jiwa.

Sore itu, Endar datang seperti biasa selalu membawa oleh-oleh. Kali ini dia membawa brownis dimasukkan dalam kotak makanan kecil berwarna putih dari bahan karton.

“Jangan begitu Endar. Saya jadi eenak nih. Tapi terima kasih ya.” ucapku ketika menerima bingkisan kotak dari endar.

“Ah Mas Karim nih. Ini tadi aku dan ibu mencoba resep membuat brownies dari majalah.” Endar mencoba menjelaskan latar belakang pembuatan brownies-nya.

“Ehmm…haruuum.. Baru mencoba resep hasilnya sudah seperti yang dijual di toko kue.. Hebat! Bisa dikembangkan nih..” aku memuji hasil karyanya, memang layak dipuji.

“Udah ya mas. Eh, Ini mas aku mau ngelanjutin ngetik pekerjaan yang kemarin lusa belum selesai” ujar Endar dengan wajah berseri-seri sambil mengeluarkan disket dan beberapa buah buku.

“Ya, silahkan pakai komputer no 3 ya, aku juga sedang menyelesaikan pekerjaan penerjemahan. Mau diambil besok pagi.” Aku persilakan Endar, sambil aku sendiri menerjemahkan sekaligus mengetik secara langsung apa yang telah diterjemahkan.

“Mas Karim, boleh nanya yang lain. sebenarnya aku sudah penasaran dengan buku-buku yang terpajang di sini. Ini mas..buku Al-Qur’an dan kedokteran jiwa, apa ada hubungan antara Al-Qur’an dengan Kedokteran Jiwa? Apa bisa dihubung-hubungkan?” tanya Endar sambil menunjuk koleksi buku-bukuku yang terpajang di ruang kerja.

“Jelas ada, Orang modern sekarang, terutama yang hidup di kota-kota besar… sebuah lingkungan yang tidak layak untuk kesehatan. Jam kerja yang panjang. Resiko PHK jauh lebih besar. Demi menyelamatkan perusahaan lebih mudah memangkas jumlah karyawan. Banyak disposable citizen[1] dan disposable patient[2]. Pola pikir orang modern berpikir pasti, sangat mengandalkan logika yang rapuh. Sangat materialistis. Menghubungkan segala sesuatu dengan materi. Kurang memperhatikan sunatullah dan kehendak-Nya. Kurang tawakalnya. Sehingga ketika menghadapi kenyataan tidak sesuai dengan yang diingini begitu mudah frustrasi, mudah depresi dan bunuh diri, na’udzubillah. di dalam Qur’an dikisahkan petani yang sangat yakin dengan pertaniannya dan yakin besok tinggal akan memanen… ternyata Allah berkehendak lain didatangkan angin panas yang dalam semalam memporak-porandakan pertaniannya. Kehidupan sekarang juga diwarnai pola-pola pikir Qorun[3] yang yakin bahwa hasil yang diperoleh adalah semata-mata karena kerja kerasnya tanpa menyadari bahwa itu adalah karunia dari-Nya. Pesan dari ini semua adalah bukan permasalahan atau peristiwanya yang penting, melainkan bagaimana kita menyikapi peristiwa itu…jadi masalahnya adalah pada s i k a p kita. Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan kepada kita bagaimana harusnya kita bersikap. Bersikap sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah dalam Qur’an dan sunnahnya akan membimbing kita ke arah kehidupan yang tidak saja sehat, tetapi juga sejahtera, bahkan hingga di hari pembalasan besok..” sebisaku menjelaskan inti buku itu kepada Endar.

“Kalau orang Islam mempunyai Al-qur’an dan sunnah, tetapi mengapa.. penyumbang orang miskin berasal dari kalangan yang beragama Islam? Mengapa pelaku korupsi itu juga orang Islam? Mengapa kalau menyebut nama Islam, selalu identik dengan kekumuhan, kekerasan dan keterbelakangan?” kembali Endar menyodorkan pertanyaan yang berat.

“Itulah masalah kita sebagai umat Islam. Ada joke Al-Qur’an turun di Arab, dilagukan dengan merdu di Indonesia dan diamalkan dengan baik di barat. Dalam beberapa hal tertentu orang barat jauh islami ketimbang kita yang mengaku yakin bahwa Islam adalah jalan terbaik bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Banyak diantara kita yang mengaku Islam, tetapi tidak bisa membaca Al-qur’an. Bahkan kalau mau jujur angka buta huruf Al-qur’an di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia Islam. Apalagi mempelajari Al-qur’an lebih-lebih bagaimana belajar ilmu hadits. Lalu bagaimana kita bisa menerapkan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari dan dalam rentang yang lebih luas dalam kehidupan bernegara, padahal Kehendak Allah ada di dalam yang dua itu, Al-qur’an dan As-Sunah.” Jawabku sambil mempersiapkan printer, karena ada pelanggan lain yang mau mencetak hasil ketikannya.

“Mengapa tidak ada usaha nyata, untuk mewujudkannya, padahal katanya Islam itu rahmatan lil alaamin?” tanya Endar kembali sambil membenarkan kertas tulisan tangan yang mau dia salin dalam ketikan.

“Jawabannya adalah tarbiyah atau pendidikan. Pendidikan yang dimaksud di sini, tidak sekedar pengajaran, menghafal, tetapi lebih luas yaitu pada pengamalannya. Kita perlu melakukan usaha secara bersama, berkomitmen kuat melakukan tarbiyah, terutama yang pertama mentarbiyah diri kita, kemudian meluas mentarbiyah keluarga kita, kemudian masyarakat dan negara. Lalu pertanyaannya bagaimana goal dari proses tarbiyah itu? Menurut Hasan Al-Bana goal proses tarbiyah itu yaitu terbentuknya pribadi muslim ideal dimana key performance indicatornya meliputi sepuluh segi. Yang pertama seorang muslim itu cakap dalam menyelamatkan akidahnya agar tetap lurus. Kedua, seorang muslim itu mempunyai kecakapan menjaga ibadahnya tetap sahih, karena merujuk pada rujukan-rujukan yang shahih. Yang ketiga seorang muslim bisa mewujudkan akhlaknya yang terpuji. Yang keempat menjaga kebugaran dan kekuatan fisiknya. Yang kelima tertib dan rapi dalam segala urusannya. Yang keenam bersungguh-sungguh (berjihad) dalam segala aspek kehidupannya. Yang ketujuh tidak membiarkan waktunya terlewatkan tanpa target yang jelas. Yang kedelapan selalu mengusahakan diri bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Yang kesembilan mandiri secara ekonomi dan kesepuluh berwawasan luas. Jika masing-masing muslim bisa mencapai kesepuluh key performance indicator ini, maka insya Allah umat Islam akan menjadi umat terpandang dan terhormat. Tidak seperti sekarang, kita terjajah, tidak mandiri dan tidak mempunyai kehormatan.” Jelasku lagi sambil mengetik.

“Woow luar biasa, tapi tampaknya masih di langit. Adakah masyarakat muslim yang telah mampu mencapai key performance indicator itu?” tanya Endar lagi

“Bagini, yang jelas dan pasti yang terbaik adalah generasi pada saat rasulullah SAW dan sahabat beliau semasa masih hidup, kemudian sesudahnya yaitu zaman khalifah kulafaurrasyidin dan zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tetapi telah dijanjikan setiap seratus tahun dalam sejarah umat Islam selalu saja ada tokoh yang memperbaharui keimanan umat Islam. Biar tidak menjadi sebuah gagasan yang hanya di langit dan tidak membumi, sangat membutuhkan semangat jihad kita untuk membuktikannya. Tetapi harus disadari, bahwa seperti yang dikatakan oleh Sayid Qutb dalam muqodimah tafsir fii dzilalil qur’an, dalam mewujudkan perubahan suatu masyarakat, bukan umur kita ini yang sebagai standar tetapi umur umat. Sayid Qutb mencontohkan bagaimana usaha yang dilakukan oleh faham komunis dalam merubah masyarakat, memang masyarakat bisa berubah. Tetapi dengan besi, dengan darah, mengorbankan jutaan orang, dan hasilnya mereka sendiri akhirnya dikorbankan oleh masyarakatnya sendiri. Kita jangan terkecoh dengan hasil saat ini. Perubahan harus melalui hukum sunatullah yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Dia harus melalui pentahapan-pentahapan. Bisa jadi yang kita lakukan adalah hanya pada tahap pembangunan fondasi, generasi sesudahnya pada tahap membangun tembok dan selesai bangunan rumahnya pada generasi sesudahnya. Ia butuh tahap diuji, memilih batu bata yang benar-benar kuat, sehingga bisa diandalkan untuk menopang bangunan yang luar biasa megah, kokoh dan indah. Standarnya adalah usia umat.

Umat Islam telah mengalami berbagai macam pengalaman sejarah, pernah menjadi benih yang tumbuh dan ditopang oleh sahabat-sahabat pilihan yang telah teruji dan terbukti baik rukhiyah maupun aspek-aspek lainnya, kemudian mekar berekspansi ke masyarakat yang lebih luas, dengan aspek ruhiyah yang masih terjaga, semangat jihad yang menyala. Kemudian aspek ruhiyah yang kiat mengerut, tetapi aspek fisik masih terlihat kebesarannya, hingga keadaan seperti sekarang yang bermula dari runtuhnya kekuasaan kekhalifahan Turki Ustmani. Semua itu telah berlangsung lebih dari seribu empat ratus tahun. Dalam usia empat ratusan tahun terakhir, umat Islam mengalami kemerosotan yang luar biasa, dikuasai oleh hegemoni kolonial dan imperialisme dan hasilnya terbentuknya watak dan jiwa yang telah menjadi gen umat kita.

Inilah tugas berat kita untuk mewujudkan bangunan maha dahsyat peradaban Islam yang penuh izzah dan berwibawa yang merupakan inti dari tugas dakwah kita sebagai muslim. Cita-cita besar harus dimulai dengan langkah pertama. Langkah pertama kita adalah mentarbiyah diri kita sendiri dengan mengusahakan mewujudkan key performance indicator muslim ideal pada diri kita sendiri, kemudian keluarga kita, masyarakat sekitar kita tinggal, kemudian dalam sekup yang lebih luas negara.

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah diri-diri mereka sendiri. Kita sendiri yang sadar itulah seharusnya yang membakar semangat jihad pada diri kita sendiri, mentarbiyah keluarga, mentarbiyah masyarakat dan mentarbiyah negara. Aku yakin pasti banyak tantangan, apalagi kalau yang sadar perlunya tarbiyah semakin banyak, maka akan ada pihak yang merasa wilayah kekuasaannya terganggu. Memang Allah menjanjikan membeli pengorbanan kita dengan surga-Nya. Surga Allah tidak gratis dan mahal, bisa jadi kita menebusnya dengan nyawa kita.

Seperti yang dikatakan Asy-syahid Hasan Albana, kewajiban kita jauh lebih banyak ketimbang waktu kita. Itulah yang dipesankan kepada kita yang menyadari pentingnya tarbiyah dalam diri, keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Karena itu kita menganggarkan sebagian dari waktu kita untuk itu. Melakukan langkah pertama dalam usaha membangun peradaban yang maha dahsyat.” Sekali lagi aku menjelaskan apa yang telah aku pahami kepada Endar yang membagi dua perhatiannya antara mengetik dan memperhatikan apa yang aku ucapkan.

“Eh, kok jadi seperti pengajian ya, haa haa haa” kataku sambil kami tertawa bersama, mengakhiri diskusi instan itu kemudian melanjutkan pekerjaan masing-masing.

------------

Dokter KindoNo

Orangnya mempunyai tinggi badan 173 cm, berat badan 68 kg, badannya tegap dan berotot, sangat maskulin, memang dia rajin renang. Hitam manis, eye catching, humoris, enak diajak ngomong, sehingga siapa saja yang diajak bicara selalu merasa nyaman dan bêtah. Jadi lebih tepatnya eye, ear dan heart catching. Kalau bicara dengan perempuan dia sangat jago. Karakter pribadinya itulah membuat banyak wanita senang bahkan sebagian dari mereka yang diam-diam menaruh hati padanya.

Aku sempat menjadi yuniornya ketika stasis di paru sebelum dia akhirnya dilantik menjadi dokter. Dia negosiator yang ulung. Hal ini ditopang dari keterampilannya berbicara, bisa memposisikan diri dari sudut lawan bicaranya atau orang yang menjadi target negosiasinya. Ketika berbicara, sistematika bertuturnya runtut, logika-logika yang dia pakai untuk mendukung argumennya begitu akurat dan tak terbantahkan. Hingga banyak dosen atau dokter senior begitu terpesona dengan keterampilan yang mengesankan ini. Kalau berjumpa dengannya akan berada pada kesimpulan “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya……”.

Namun begitu tidak ada gading yang tak retak. Dia punya kecenderungan berat untuk playboy alias suka mempermainkan cewek. Pernah suatu ketika dari kejauhan tanpa sepengetahuannya aku memergoki dia didamprat cewek, padahal pada saat yang sama dia bersama dengan cewek yang lain…

“Siapa kamu..?”

“Mas KindoNo! Mas kok jadi begitu! Bukankah mas yang meminta aku datang ke sini bertemu dengan mas kan?”

“Kamu jangan sok kenal ya! Aku tidak kenal kamu sama sekali”

Plak plak kedua pipi mas KindoNo mendapat tamparan keras tangan lembut perempuan itu, tapi itu tidak terjadi karena mas KindoNo terlalu cepat menanggapi dan menggenggam gerakan tangan cewek yang akan menamparnya…

“Apa maksud kamu? Sudah tidak kenal, mau memukul segala..!” gertak mas Kindono sambil melempar tangan cewek yang telah digenggamnya..

…………………..

Tidak mau lebih lanjut mencampuri urusan orang lain, segera aku pergi menjauh agar tidak ketahuan mas KindoNo. Selanjutnya bila bertemu dengan beliau aku berusaha senormal mungkin seolah tidak pernah melihat kejadian itu sebelumnya.

----------------

Pagi yang tenang, tetes-tetes embun masih enggan melepaskan pegangannya pada ujung-ujung dedaunan dan rerumputan. Cahaya matahari menerobos kerumunan butiran-butiran kabut yang masih asyik melayang di udara pagi nan dingin. Ku buka daun jendela kamar jaga co-ass, ku hirup nikmatnya segar udara pagi yang sejuk dingin. Ku biarkan ia mengisi rongga hidung untuk menyusuri paru-paruku. Kunikmati kesegarannya. Suatu nikmat yang luar biasa. Sebuah karunia yang diberikan kepada kita karena kemurahan-Nya.

Hari ini adalah hari pertama kali aku bangun dari tidur di sela-sela kegiatan jaga di rumah sakit. Aku baru bisa tidur setelah sholat subuh tadi. Walaupun tidak senikmat kalau tidur di kost, tetapi tidur sebentar ini cukup membuatku segar. Ku singkirkan kantuk, dengan kubasuh mukaku dengan air.

Malam ini aku jaga dengan mas KindoNo. Di bagian paru ini adalah stasis terakhirnya menjadi co-ass. Berarti tinggal beberapa langkah lagi dia menjadi dokter yang sesungguhnya… bukan dokter muda alias co-ass. Yang membuatku masih tidak habis pikir adalah peristiwa yang aku alami bersama mas KindoNo tadi malam.

“Karim, kita capek kan! Siang tadi kita tidak tidur siang, sementara malam hari kita harus jaga, terbangun setiap saat .. pagi harinya kita kembali banyak kegiatan… presentasi kasus, memeriksa pasien, diskusi jurnal, mempersiapkan referat... mempersiapkan ujian bagian”

“Betul mas, lalu..?”

“Begini, memang banyak pasien yang harus kita nebu[1], kita lakukan injeksi, ada yang tiap empat jam, ada yang tiap enam jam, dan ada yang tiap delapan jam, disamping itu kita tetap harus stand by menerima pasien masuk yang datangnya tidak tentu, biar kita bisa istirahat dengan cukup, kita kosongkan kegiatan kita dari sebelas malam sampai jam lima pagi.”

Lho mas, kan ada pasien yang dijadwalkan injeksi dan nebu jam satu, jam tiga dan jam empat!”

“Betul Rim, aku tidak mengajari kamu untuk tidak melakukannya, tidak! Tetapi jadwalnya kita majukan atau dimundurkan, sehingga pada jam tadi yang aku sebutkan kita bisa istirahat dengan nyenyak, tanpa terganggu jadwal”

“Gini saja mas, biar saya saja yang melakukan jadwal nebu dan injeksinya. Nanti kalau ada pasien biar saya membangunkan mas KindoNo..”

“Rim, semua teman yang satu regu jaga dengan aku juga begitu, kamu tidak usah takut, tidak apa-apa Rim”

“Ndak mas, biar saya saja yang injeksi dan nebu”

“Kamu kerja sendirian ndak apa-apa?”

“Ndak pa pa kok mas, saya ikhlas”

Akhirnya malam itu aku lalui dengan tidur ala kadarnya karena sebentar-sebentar dering alarm jam berbunyi membangunkanku untuk menginjeksi atau melakukan nebu pada pasien. Di samping membangunkan mas KindoNo kalau ada pasien baru yang masuk, karena itu adalah kewajiban semua co-ass yang tidak dapat diganggu gugat. Besok pagi harus dipertanggungjawabkan di forum! Jadi harus tahu betul kasus yang ditangani.

----------------

Ada hal lain lagi yang membuatku merasa aneh dengan pemikiran mas KindoNo.

“Rim, ada trik yang bisa kamu pakai agar jalanmu selama co-ass mulus dan bisa meraih nilai yang baik. Asal pasiennya OK dalam arti kondisi baik dan tidak buruk apalagi meninggal. Saat presentasi dapat kita arahkan sesuai teori. Yaa, bohong-bohong dikit lah”

“Maksudnya gimana mas?”

“Misalkan begini Rim. Masih ingat kan kurva normal?” sambil mengambil secarik kertas mas KindoNo menggambar kurva normal.


“Penyakit, diagnosis, dan terapi semuanya berada di daerah b. Tahu sendirilah kita sangat mengikuti suara mayoritas. Mayoritas berbunyi apa kita cenderung mengikuti mayoritas itu, padahal belum tentu benar kan? Penyakit, menegakkan diagnosis dan terapi yang digunakan dalam mainstream kedokteran yang kita saat ini belajar, menggunakan pola mayoritas ini. Sekelompok gejala sebagian besar selalu bergerombol bersama, akhirnya jadilah suatu jenis diagnosis penyakit. Sering kali kurang satu atau dua gejala sudah dianggap sebagai satu diagnosis penyakit tadi. Seperti penyakit dermatitis atopi, dulu orang beranggapan selalu ditemukan kadar tinggi IgE, nyatanya sekarang ada porsi kecil dari segerombolan gejala yang mengerucut pada diagnosis dermatitis atopi tidak dijumpai peningkatan kadar IgE dalam darah. Bahkan normal-normal saja. Dalam hal terapi pun juga demikian, masalah lama, tetapi cara pandang baru, akhirnya menghasilkan prosedur terapi baru. Di tahun 50 – 70an sakit asthma dianggap sebagai akibat penyempitan saluran napas. Tetapi menjelang tahun 1990an ada cara pandang baru, bahwa asthma adalah proses radang karena alergi. Akibatnya terapi yang dikedepankan pada asthma berubah. Kalau dulu terapi utamanya pelebar saluran nafas (bronkodilator) tetapi sekarang bronkodilator pendekatan kedua setelah pengobatan radangnya. Jadi fokus pengobatan asthma sekarang adalah menghentikan proses radangnya, setelah proses radang berakhir maka bronkusnya langsung lega… seperti normal”

“……” aku hanya manggut-manggut dan diam-diam aku pun mengagumi akan wawasan mas KindoNo yang luas dan bisa membuat sederhana textbook kedokteran yang tebal dan jurnal-jurnal kedokteran yang bertumpuk di perpustakaan. Sehingga aku pun menjadi mudah memahaminya. Tapi aku masih penasaran dengan trik…

“Lalu hubungannya dengan trik tadi mas?

“Begini Rim, tadi kan udah aku katakan, sebagian besar penyakit mengikuti pola tertentu, nah kalau pasien masuk, kita menganamnesis, kita tanya-tanyain gejalanya, kita periksa, kemudian kita simpulkan… kira-kira kumpulan gejala dan tanda yang ada pasien itu cocok dengan penyakit yang mana, kita cocok-cocokkan dengan yang ada di textbook atau buku pedoman diagnosis dan terapi rumah sakit. Pas membuat laporannya kita sesuaikan aja dengan textbook atau buku pedoman tadi. Tidak usah semua temuannya kita tulis atau ceritakan. Bahkan kalau perlu kita karang sesuai di textbook atau buku pedoman. Asal pasiennya tidak gawat dan pulang sembuh… ndak masalah kan. Nah kalau udah begitu kita dapat nilai bagus” jelas mas KindoNo yang menatapku dengan penuh semangat.

“Ooo… begini ya perpolitikan sebagai Co-Ass” timpalku dengan santai.

“Tidak begitu Rim! Dosen dan senior kita menginginkan kita seperti itu kok, coba kamu kalau Co-Ass lurus-lurus aja… wah bakal tersendat-sendat perjalananmu. Terlalu banyak tugas refrat yang bakal kamu kerjakan. Waktu kita sempit Rim. Terlalu banyak jaga malam. Terlalu banyak tugas textbook reading, terlalu banyak journal reading. Bahkan bila parah kamu bisa dihukum mengulang siklus Co-Ass mu. Kalau kamu ngulang siklus bedah berarti masa studimu bertambah lagi 10 minggu atau dua setengah bulan. Kamu tidak akan bisa apa-apa. Tambah membayar uang SPP lagi. Apa itu tidak memberatkan. Udah deh trust me or U will have big trouble.” Wajah mas KindoNo jadi agak menegang, ini pertanda aku harus menurunkan tegangan, aku masih yunior, aku masih butuh banget arahannya.

“Iya.. mas aku mengerti”

-----------------

Pernah suatu ketika pas aku tidak jaga, tetapi pas jadwal jaganya mas KindoNo, dia memotivasi pasien untuk pulang padahal barusan datang. Ketika aku tanya mengapa harus melakukan itu?

”Itu tadi pasien sulit. Maksudnya tidak sesuai dengan apa yang ada di textbook. Jadi aku motivasi pulang saja. Aku takut-takuti di sini hanya menghabiskan uang, sehingga di bawa pulang saja, dibacakan yasin saja yang banyak.”

“ha ha ha” mas KindoNo ketawa geli

Aku tidak bisa ikut ketawa, karena bukan hal yang pantas untuk diketawakan, memang aneh pikiran mas KindoNo.



[1] Nebu sebutan untuk kata nebulizer; yaitu terapi dengan menggunakan alat yang menghasilkan kabut yang mengandung obat dalam masker yang dihirup pasien.




[1] Warga sekali pakai, setelah masa produktif fisik, maupun kreativitas habis tidak dipakai lagi

[2] Pasien sekali pakai, setelah kemampuan membayar habis, tidak ada lagi yang mau memikirkan nasibnya

[3] kisah Qorun, umatnya nabi Musa yang kaya raya, sombong dan meyakini kekayaannya tercipta karena kecerdasan dan keuletannya bekerjaà kikir tidak mau memberikan sebagian hartanya kepada orang miskin dan berhak mendapatkan zakat dan infaq.

No comments:

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments