Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Sunday, June 22, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 15

Hadirnya si Jo 2003

Pasca pernikahan langsung kami berdua menuju Solo. Aisyah masih harus mengikuti jadwal skripsi tinggal bab terakhir. Sedangkan aku masih melanjutkan siklus terakhirku di Obgyn. Bersama Aisyah, sekarang mengontrak rumah sendiri di dekat Rumah Sakit Umum Dokter Moewardi. Aku masih tidak percaya dia hadir di sampingku. Aku berbaring satu tempat tidur dengan wanita. Setiap hari aku masih ke kos dik Iqbal karena masih menggeluti pekerjaan penerjemahan. Hal tak terduga aku berjumpa dengan Johan, preman Pucang Sawit yang terkenal dengan panggilan si Jo. Orangnya maskulin, coklat kehitaman, tubuhnya bertatoo, terutama kedua lengannya... tatoo naga. Aku disodori kartu namanya, dia menyebut dirinya the love maker. Sesuai sebutan untuk dirinya sendiri the love maker dia mudah sekali menggaet wanita .. dan tentu saja cewek yang bukan seperti kebanyakan. Walaupun dia sendiri sudah punya istri dan satu anak. Dan dipastikan ketika menggaet wanita lain, tentu saja tanpa sepengetahuan istrinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalau ketahuan istrinya. Yang aku bayangkan kata-kata yang meluncur dari kedua mulut orang itu. Dalam keadaan normal saja mereka berdua mudah sekali menyebut berbagai macam hewan, terutama ketika menyikapi polah anaknya yang nakal.

Sekarang yang menjadi pertanyaanku mengapa si Jo ada di sini, di kos dik Iqbal bahkan hampir setiap aku ke sini selalu ada. Juga aku perhatikan koleksi CD porno dik Iqbal makin banyak saja. Aku menjadi sangat khawatir dengan kedekatan dik Iqbal dengan si Jo. Dia itu punya riwayat keluar masuk tahanan polisi.

Di suatu sore aku berkesempatan ngobrol-ngobrol dengan si Jo di lincak depan kos dik Iqbal. Semula ngobrol basa-basi, berganti-ganti tema pembicaraan hingga si Jo menunjukkan pergelangan kaki kirinya dan mengaku di sana masih bersarang peluru polisi, saat penangkapan, dan dia berhasil lolos.

“Kalau ada pencurian sepeda motor di Solo, polisi selalu mencariku” cerita si Jo dengan bangga

“O ya”

“Bahkan ketika kerusuhan bulan Mei tahun 1998 dulu waktu jaman reformasi, di kamarku bertumpuk-tumpuk barang elektronik buaannyaak sekali. Sepeda motor ada limaan. Aku kebingungan sekali ketika aku mendengar polisi akan menggrebek rumahku. Dalam dua jam barang-barang itu sudah bersih. Aku bagi-bagikan ke tetangga yang mau dan lainnya banyak dibawa teman-temanku. Dan, ketika polisi melihat kamar kosku tidak ada apa-apanya lagi haa haa haa kena lo pak polisi ha haaa haaaa” si Jo masih bangga dan geli, tetapi aku hanya mengikutinya dengan senyum yang terpaksa.

“Mas Karim, kalau uang di dompetku tinggal 500 ribu, itu tanda aku harus mulai beroperasi.”

“Maksudnya?”

“Ya.. mencari korban baru, biasanya aku pergi ke Manahan, mencari sepeda motor”

“Mencari atau mencuri?” tanyaku dengan nada bercanda

“Ya dua-duanya tho haa…haa…”

“Trus uangnya kamu gunain untuk apa?”

“Pertama untuk beli susu anakku, untuk beli kebutuhan rumah tangga dan sisa terbanyaknya untuk senang-senang..”

Setelah menikah aku jarang melihat dik Iqbal. Tampaknya dia sengaja menghindar aku atau menghindari si Jo atau bahkan dua-duanya. Aku mempunyai kecurigaan kalau si Jo dan dik Iqbal ada keterikatan kerja sama. Dan aku tidak tahu sama sekali tentang itu. Hingga suatu ketika ada kesempatan… nah kena lo.. dik Iqbal sedang mengemasi satu kardus koleksi CD dan mengepaki VCD player baru yang barusan di beli dari Columbia Elektronik.

Ada masalah apa tho dik Iqbal. Akhir-akhir ini kok sering tidak ada di kost?”

“Mas kan tahu… aku kan membuka cabang persewaan VCD player dan CD di pinggir jalan besar” sergah dik Iqbal

Dik Iqbal memang membuka cabang baru persewaan VCD player di utara jalan Ir Sutami barat tepat Koramil yang letaknya bersebalahan dengan gedung Taman Budaya Surakarta.

“Jadi sibuk ya dik Iqbal?”

Dik Iqbal tampak sedang sibuk mengencangkan tali kardus. Dan menumpuk kardus yang berisi koleksi CD dengan hati-hati.

“Ya Mas”

“Sebentar dik, kamu masih tetap kuliah tho?”

“Kalau ada kesempatan Mas”

“Maksudnya?”

“Memang jarang ke kampus kok mas”

“Kuliah tetap diprioritaskan lo dik”

“Iya mas, aku usahakan”

Diam-diam aku mencari informasi di UMS ternyata dik Iqbal mengambil cuti. Namun aku tidak berniat mengungkapkan informasi itu kepada dik Iqbal, aku tidak ingin dik Iqbal “lari” dariku. Namun mengenai masalah si Jo, aku harus ekstra hati-hati menanyai, walaupun dalam hati ini aku sangat tidak suka dengan kehadirannya dalam bisnisnya dik Iqbal. Aku mencurigai dia berinvest dalam bisnis dik Iqbal terutama yang di pinggir jalan besar. Termasuk dengan makin banyaknya koleksi CD porno.

“Si Jo ikut invest di tempatmu tho dik Iqbal?”

“Iya..”

“Hati-hati! Kalau berbisnis dengan dia. Dia termasuk target operasi polisi, tinggal mencari bukti untuk menjebloskannya ke penjara..” aku berusaha sebisa mungkin mengucapkannya dengan datar tanpa kenaikan nada bicara sedikit pun.

“Iya mas, kita ngajak orang berubah kan harus pelan-pelan” dik Iqbal menjawab

“Dia cerita kepadaku sudah ditembak tiga kali, dua peluru bisa dia keluarkan sendiri, terutama yang bersarang di lutut dan paha, tapi yang di dekat mata kaki tetap masih bersarang sampai saat ini. Itu sudah cukup membuat kita harus hati-hati…”

“Mas Karim sudah pernah bertemu dengan si Jo tho?” tampaknya dik Iqbal terkejut

“Iya dik, dah ya hati-hati” aku tidak ingin berpanjang lebar, aku tidak ingin dik Iqbal main kucing-kucingan seperti selama ini terjadi. Tetap menjaga perasaan dik Iqbal.

No comments:

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments