Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Sunday, June 22, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 16

Co-Ass Obgyn sekaligus suami

Rasanya melayang tapi nikmat dengan tiupan sepoi-sepoi angin ruangan yang telah terwarnai sejuknya air conditioned membuat kelopak mata ini terasa sangat berat sekali untuk dipertahankan untuk tetap terbuka. Nikmat dalam kengantukan. Seperti bayi yang dininabobokkan. Lalu lalang manusia, kesibukan, suara-suara dentingan logam pisau operasi, scalpel, pinset beradu, suara sedotan suction yang menyedot darah keluar mengganggu lapang pandang operasi…. semuanya berlalu tanpa mengusik ketenanganku dalam kantuk yang tinggal menunggu detik-detik untuk masuk fase tidur non-REM alias tidur nyenyak. Walaupun posisiku duduk jongkok di salah satu sudut kamar operasi.

“Sst.. Rim! Karim! Mana status bu Narti?” bisikan keras mbak Erlina seketika mengagetkanku dan membuatku terjaga segar kembali

Masya Allah, Astaghfirullah, Ini mbak” segera aku renggut status pasien yang tergeletak di sampingku dan kuserahkan pada mbak Erlina dan aku merapat menuju kerumunan tiga Co-Ass Obgyn lain yang melihat operasi caesar yang sedang berlangsung. Sebenarnya operasi caesar adalah operasi singkat, tidak sampai sepuluh menit bayi sudah dapat dikeluarkan dari rahim ibu. Tetapi waktu itu yang membuat lama adalah persiapan pra-operasi. Kesempatan itulah yang aku gunakan untuk melepas kepenatan dan sedikit waktu untuk bisa tidur. Sepuluh menit sangat berharga menyegarkan kembali kondisi tubuh agar tetap fit kembali.

“Kamu gimana tho? Operasi sudah hampir selesai. Ayo berdiri mendekat ke sana, nanti ketahuan dokter Haryanto kalau kamu tidur di kamar operasi, kamu bakal kena kondite!”

“Iya..ya mbak maaf” segera rasa kantuk hilang berganti ketakutan, sehingga segar kembali. Berlari menuju dekat belakang dokter Haryanto yang bertinda sebagai operator dalam operasi sectio caesaria kali ini.

“Pengantin baru ya setiap malam ngĂȘlĂȘmbur terus he he he”

“Ah mbak Erlina, jangan begitu ah”

Dokter Haryanto adalah dokter Senior, dosen kami Co-Ass dan residen. Tampak beliau begitu tenang dan profesional. Tindakannya sangat efisien. Tidak ada waktu yang terbuang satu detik pun untuk hal yang sia-sia. Terarah dan mencapai tujuan. Bahkan perdarahan pun sangat sedikit. Dalam waktu tujuh menit, mulai dari mengiris perut, otot, lapisan di bawahnya, membuka rahim dan mengangkat bayi dilakukannya dengan penuh keyakinan dan mantap. Meski tetap lembut ketika menangani bayi. Segera bayi menangis keras, pertanda bagus. Bayi dalam keadaan prima. Bayi yang masih penuh dengan darah. Segera dibersihkan oleh bidan atau perawat anak. Dibersihkan lubang hidung dari lendir yang menyumbat diprioritaskan dulu baru membersihkan badan bayi dari bercak-bercak darah yang menempel.

Operasi selesai, dokter Haryanto tidak mengetahui kalau aku tadi sempat ketiduran. Tetapi perawat-perawat asisten operasi senyum-senyum dengan bahasa tubuh yang aku tidak mengerti, tampaknya mereka mengerti kalau aku adalah pengantin baru. Pasti mbak Erlina telah mengumbar cerita kepada mereka. Awas ya..!




-----------------------


Di kamar tiga kali empat meter, tepatnya kamar utama dalam rumah tipe 36, Aisyah duduk sambil membaca majalah. Aku mengendap-ngendap dari belakang…… memeluknya, kuhirup aroma rambutnya yang lembut. Harum. Kuciumi, kutumpahkan segala rasa sayangku padanya. Dia pun berdiri, menyambut dengan penuh kelembutan. Dan beberapa saat kemudian rasa sayang itu perlahan-lahan berganti dengan hasrat membara dan memburu. Kami panjatkan do’a. Kemudian berlangsung segala peraduan sayang, nafsu yang dirahmati, saling berpadu, saling memberi dan menuju puncak. Ketegangan lepas. Namun rasa sayang semakin bertambah. Saat pertama yang sangat indah, penuh pesona, semua berlangsung seperti air yang mengalir tidak dapat dihentikan.

---------------------------

“De Ais, satu minggu ini, mas Karim jaga penuh di rumah sakit. Pulang rumah kalau ada kesempatan atau setelah mendapat giliran. Mandi pagi dan sore di rumah sakit.” Kataku kepada Aisyah di hari minggu pagi. Biasanya pergantian jaga minggu pagi. Stasis di bagian Obgyn, modelnya, seminggu jaga penuh atau biasa disebut in dan seminggu di luar atau out.

“…” Aisyah wajahnya cemberut.

“Sayang..” aku dekap Aisyah dari belakang. Kuciumi rambutnya, tengkuknya dan telinganya. Cuman perkataan itu yang keluar dari mulutku.

Lama tidak ada jawaban, seandainya itu telefon pasti ada suara ‘tidak ada respons, tinggalkan pesan setelah suara klik’. Tetapi ini adalah istriku. Walaupun demikian aku tidak dapat menyembunyikan kekagumanku akan kecantikannya.

“De Ais sayang, kamu cantik”

“Terus..?” dari nada suaranya aku menyimpulkan saat ini dia sedang kesal dan enggan

“Boleh ndak..mas Karim jaga?”

“Tuh kan merayu, pura-pura sayang.. pasti ada maunya”

“Jangan begitu tho sayang” kusentuh bibirnya dengan telunjuk jariku, kemudian pelan-pelan kucium bibirnya.

“Ah….mas Karim”

“Jadi, kesimpulannya boleh tidak mas berangkat jaga seminggu penuh?”

“Ya udah sana jaga, aku dibiarkan sendirian di rumah, aku udah siap jadi istri kedua kok mas. Silakan menikmati istri pertama mas berkutat dengan tugas jaga”

“Kok gitu tho de Ais. Mas sayang de Ais”

“….”

“De Ais.. Tinggal dua bulan lebih seminggu thok. Habis itu mas banyak waktu untuk de Ais”

“Janji?!”

“Insya Allah mas janji”

Sekali lagi kupeluk dan kucium bibir Aisyah lamaa sekali, rasanya seperti tidak mau dipisahkan. Sebelum akhirnya kuhentikan secara lembut renggutan tangannya yang melingkar pundakku.

“De Ais…Mas berangkat dulu. Do’akan tidak begitu padat pasiennya. Biar mas banyak waktu untuk menengok bidadariku tercinta”

“Iya Mas”

Kembali kucium bibirnya. Dan perlahan aku melangkah menjauh, menggaet tas perlengkapan yang berisi pakaian dan perlengkapan mandi untuk seminggu.

--------------------

Seminggu ke depan kulalui hari-hariku di rumah sakit, dalam posisi stand by siap melayani pasien-pasien yang masuk. Bagian ini adalah bagian yang luar biasa. Berdebar-debar, kagum, takjub, tidak percaya dengan yang aku lihat, aku rasakan dan aku alami. Menolong atau lebih tepatnya memimpin persalinan. Melihat kepala bayi yang perlahan, bergerak ke atas, menyembul keluar dari dalam vagina wanita yang menjadi ibunya. Kepala bayi yang basah kuyub karena air ketuban dan darah, demikian juga wajahnya penuh dengan bercak-bercak darah, lendir dan sisa-sisa air ketuban. Jangan dibayangkan ari ketuban dan darah itu baunya enak, baunya amis … langu tidak enak. Bayi yang lemah keluar, menjerit tangis….. sebuah kabar gembira, bagi semuanya. Bagi dokter dan bidan, karena persalinan berjalan sempurna berarti kerja profesionalnya membuahkan hasil yang baik. Dan tentu saja bagi ibu dan bapak bayi serta keluarga besarnya. Mempunyai anggota keluarga baru, penerus keturunan dan harapan baru. Harapan yang akan merubah keadaan keluarga…

Detik-detik yang menakjubkan. Luar biasa! Dan pengalaman itu masih tergambar hidup, begitu jelas dalam benakku… termasuk perasaan takjub akan keluarbiasaan itu hingga hari ke 3 aku jaga penuh di rumah sakit semuanya masih demikian nyata, demikian juga dengan bayi merah yang lemah hanya memejamkan mata… tidur… dan menangis bila lapar… atau bila popoknya basah kena pipis atau eek. Bahasa komunikasi yang bisa ia ucapkan hanya menangis, sebagai sinyal bahwa ia membutuhkan pertolongan orang dewasa di sekitarnya. Pikiranku melambung jauh ke depan. Bagaimana seorang bayi lahir lemah, setelah dewasa bisa menjadi seorang penentang yang nyata. Bagaimana bisa setelah dewasa mereka bisa menjadi Malin Kundang. Bagaimana bisa setelah mereka dewasa dan kuat bisa menjadi pembunuh-pembunuh sadis, bagaimana bisa setelah mereka dewasa, mempunyai kekuatan dan pengaruh, tiba-tiba saja mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang membantai jutaan rakyatnya, padahal ketika mereka bayi, kulit mereka kemerahan, lemah, sangat tergantung pada manusia-manusia lain… ibunya, bapaknya, suster, bidan, dokter… agar mereka bisa menjadi manusia yang kuat… Tumbuh melesat seperti anak panah yang lepas dari busurnya… tidak ada yang mampu menghadang kekuatannya. Sungguh berat amanah menjadi orang tua, sungguh berat amanah menjadi pendidik-pendidik yang menjadikan bayi-bayi itu menjadi sosok-sosok manusia yang sholih, selamat berjihad wahai bapak dan ibu bayi….

“Maaas! mbaaaak Co-aasss! Minta tolooong! Minta tolooong bantu dokter Burhan…..!” suara bidan Marni menghentakkan lamunanku.

Ada apa bu?” segera aku berusaha menyadari apa yang terjadi.

“Itu pasien bu Eni, perdarahan hebat… atonia uteri!”

Berlari menuju ruang VK aku mencoba mengingat-ingat. Bu Eni masuk tadi jam tujuh pagi, sekarang jam 23.30 WIB. Lama sekali. Apa kelelahan ya uterusnya. Sehingga kehabisan tenaga untuk kontraksi agar darah dari plasenta yang barusan lepas segera dikerutkan oleh kontraksi uterusnya… Tak tahulah nanti bisa tanya kepada residen senior setelah kondisi lebih tenang, sekarang aku harus ke ruang VK datang ke sana membantu sebisaku..

……………………

Masya Allah!!!

Darah mengucur deras keluar dari vagina! Persis seperti aliran sungai… kulihat kedua tangan bu Eni sudah terpasang infus NaCl grojog, bu Eni keadaanya kayak ngantuk aja pengen tidur melulu…

“Bu… bangun bu.. jangan tidur!” teriak dokter Burhan residen Obgyn semester 6.

“Tolong bu Eni diminta agar selalu terjaga!” perintah dokter Burhan kepada kami, Co-Ass yang membantunya, sambil lengan kanan beliau mengepal dan hampir sampai siku masuk ke dalam vagina memencet uterus agar darah tidak begitu deras mengalir, sementara di atas perut bu Eni, bidan Eko menekan perut ke bawah dengan maksud yang sama. Sedangkan co-ass yang lain menekan dari arah kanan dan kiri. Darah lumayan berkurang derasnya.

“Kok belum berhenti ya perdarahannya, padahal sudah massage uterus, sudah injeksi metergin dan injeksi piton.. kalau ga berhenti-berhenti, terpaksa dilakukan histerektomi total” dokter Burhan menggumam sendiri…

“Karim! kamu gantikan posisi saya, saya segera melapor kepada Senior mengenai keadaan bu Eni. Dokter Endang! Tolong persiapkan kamar operasi, kemungkinan akan kita lakukan histerektomi total!” perintah dokter Burhan kepadaku dan kepada dokter Endang, residen Obgyn yang menjadi yunior beliau.

Tangan dokter Burhan pelan-pelan keluar, sementara tanganku bersiap-siap masuk vagina bu Eni, menggantikan posisi kepalan tangan dokter Burhan. Segera begitu tangan dokter Burhan lepas, kepalan tanganku dengan lembut masuk langsung memencet uterus bu Eni, peralihan itu membuat darah mengucur lebih deras lagi. Walaupun kemudian akhirnya berhasil menyusut, tapi darah masih terus merembes.. PANIK!

Yang membuat perasaanku panik tidak menentu adalah sampai kapan perdarahan ini akan berhenti, sementara tangan ini makin lama makin lelah.

Malah diantara darah merembes, tiba-tiba ada aliran darah yang lebih deras lagi mengalirnya…

“Lebih kencang nekannya!” teriak bu bidan Marni

Sisa-sisa tenaga yang ada, aku kerahkan seluruhnya, menekan, terus menekan dan terus menekan.

“Bu Eni Bu Enii”

“Bu Eni Bangun Bu!!”

Lengan dan tangan bu Eni makin mendingin. Hasrat ingin tidurnya demikian besar malah beberapa kali dipanggil beliau tidak membuka mata…

Cemas!!

……………………………..

Kecemasanku makin bertambah, kucari-cari dokter Burhan kok tidak muncul-muncul. Aku scan seluruh ruangan VK, dan zoom daerah pintu berkali-kali, tapi percuma tidak pernah nongol sosok dokter Burhan…..

“Bagaimana nih, saat-saat genting seperti ini dokter Burhan malah menghilang”

Kuperhatikan raut-raut wajah teman-teman yang satu in, bu bidan Marni.. tampaknya cemas mulai menyebar, seperti virus influenza ganas, menyebar merata ke seluruh penduduk, menyebar sangat cepat.

“Virus cemas ini tidak boleh sampai menyebar ke bu Eni!” kata hatiku

“Tapi bagaimana?”

“Tenangkan pikiranmu dulu Rim!” kata hatiku mencoba menghibur dan menenangkan diriku.

Sambil terus aku menekan kepalan tanganku yang makin keju, terus berusaha menekan dan menekan, kadangkala tangan kiriku ikut membantu mendorong tekanan tangan kanan agar dapat menambah tenaga tekanan, namun tetap saja.. tidak mengurangi rasa keju, sementara batin ini tidak tenang dan cemas.

“Bu Eni agamanya apa bu?”

“I s..l.a..m” jawab Bu Eni dengan suara lemah dan parau..

“Ayo bu bilang ‘Allah’ ’Allah’”

“A..llah…. a…llah”

“Terus bu, bilang Allah”

“Ayo bu berusaha “

“Bu Eni kuat”

“Ayo bu!”

Semua yang ada di samping bu Eni memberikan dorongan, menyemangati bu Eni yang tengah dalam keadaan meregang nyawa, pasca melahirkan putranya.

“Ayo bu! Demi putra ibu”

Pada saat yang sama putra bu Eni masih di ruang VK sedang menangis.

“Ayo bu tetap bertahan bu! Bu Eni pengen ngeliyat putranya menangis tho bu”

“Tuh bu suara tangis putranya.”

“Ayo bu terus berjuang! Putra ibu butuh ASI ibu”

……………………………..

Pintu ruang VK terbuka, dan alhamdulillah dokter Burhan menampakkan dirinya.

“Maaf ya saya harus memacu mobil saya menuju RS dr. Oen Solo Baru untuk dapat obat ini” sambil menunjukkan 4 tablet cytotec.

Hunting obat itu via telefon yang ada stoknya malam ini hanya di RS dr. Oen Solo Baru. Itupun tinggal lima. Tadi sempat adu mulut dulu dengan apoteker yang jaga di sana.

Masya Allah, Subhanallah, baru kali ini aku lihat dokter yang mencarikan obat sendiri. Memang keluarga bu Eni tidak mampu, jadi untuk memperpendek waktu, dokter Burhan mengambil resiko mencari obat itu sendiri sampai benar-benar mendapatkan obatnya. Resiko yang tidak kalah besar adalah waktu melakukan histerektomi total, lebih cepat, tetapi karena penggunaan kamar operasi malam-malam di luar jam kerja memang lebih lama, mungkin karena perhitungan itulah, dokter Burhan berani ambil resiko seperti itu.

“Mbak Marni masukkan 4 tablet cytotec ini per rectal ya sekarang!” perintah dokter Burhan kepada bu bidan Marni.

………………………………………

Hampir satu menit berikutnya

………………………………………

Darah berangsur-angsur berkurang, bahkan mulai berhenti, perlahan kepalan tanganku aku lepaskan tekanannya, demikian juga tekanan dari tangan-tangan yang lain. Dan alhamdulillah perdarahan berhenti.

“Dokter Burhan! Darah sudah datang!”

“Satu infus ganti darah mbak!”

“Ya dokter” mbak Marni mengganti infus sebelah kiri dengan kantung darah, dan darah mulai mengalir masuk ke tubuh bu Eni melalui selang infus.

Bu Eni kuperhatikan makin segar walaupun masih pucat.

Bu Bidan Marni mulai bersih-bersih darah yang tercecer di bed tempat bu Eni terbaring, termasuk sibuk membersihkan darah yang menggenangi di daerah vagina, sekitar vagina, perut dan pantat bu Eni. Dan habis itu melakukan perawatan standar pasien nifas. Kulihat ember yang dibawa bu bidan Marni darah sampai separoh lebih ember.

“Hampir satu liter?” Kataku dalam hati, luar biasa daya juang hidup bu Eni… perjuangan yang hebat. Perjuangan wanita yang melahirkan buah hatinya. Karena itu aku bisa memahami dalam ajaran agama Islam bahwa wanita yang mati karena melahirkan buah hatinya sama matinya dengan orang yang syahid.

“Alhamdulillah bu Eni”

“Luar biasa ya bu”

“Masya Allah bu.. tegang banget ya, alhamdulillah Allah masih memberikan kepada kita kesempatan”

Kata-kataku memberondong keluar ingin kubagikan rasa cemas, rasa bahagia, rasa syukur yang tak terhingga itu bersama bu Eni.

“Iya mas Karim, alhamdulillah, terima kasih kepada semuanya ya” kata bu Eni walaupun masih tergolek lemah tetapi semangatnya terasa sekali kekuatannya.

“Istirahat yang cukup ya bu, biar badannya cepat pulih kembali”

“Perjuangan masih panjang dan belum berakhir bu, ini baru permulaan bu”

“O ya?”

“Mendidik dan membesarkan buah hati ibu itu adalah masalah sesudahnya, itu jihad jilid kedua sesudah ini bu.”

“Ya mas Karim, terima kasih, sekali lagi terima kasih atas perjuangannya menolong saya dan bayi saya”

“Ya bu, saya pamitan dulu”

“Ya mas dokter Karim”

……………………………….

Luar biasa! Di siklus terakhirku, banyak sekali kata luar biasa, masih terlihat jelas di benakku bagaimana kepala bayi yang diameternya 10-an cm itu bisa menyembul keluar dari vagina, barusan aku mengalami hal yang menegangkan darah mengalir deras seperti sungai, dari vagina juga..

Terima kasih ya Allah, telah Engkau berikan aku kesempatan yang tidak semua manusia bisa merasakan pengalaman-pengalaman ini. Menghayati proses-proses perubahan tumbuhnya manusia, Engkau ciptakan ia dari keadaan yang hina kemudian Engkau wujudkan ia, dalam keadaan yang lemah, setelah mereka dewasa dan kuat, lalu kebanyakan dari mereka mengingkari nikmat-nikmat yang tlah Engkau berikan. Menjadi penentang-penentangMu. Mengingkari fitrahMu. Mengingkari apa yang tlah Engkau ajarkan lewat rasul-rasulMu. Bahkan mereka menentangMu dengan keras.

Ya Allah. Ya Rahman Ya Rahim. Jadikan aku hambaMu yang selalu bersyukur kepadaMu, selalu ingat akan nikmat-nikmatMu yang tak terhingga, yang tlah Engkau berikan kepadaku..

Ya Allah… Tuhan yang membolak-balikkan hati

Kuatkan hati ini agar selalu cenderung kepada kebenaran-Mu… bersabar untuk taat dan taqwa kepadaMu.. setelah Engkau berikan aku cahayaMu yang menerangi jalan hidupku..

…………………………………

Katakanlah : Wahai Allah yang mempunyai kerajaan (kekuasaan), Engkau berikan kerajaan (kekuasaan) kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. DitanganMu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (Engkau hitung-hitung). (Ali Imron 26 – 27)

-----------------------

Esok Harinya..

”Wah kemarin malam, Kah, luar biasa sekali” kataku kepada Barkah, sambil membawa makanan yang dipesan untuk di bawa ke meja kosong di kantin rumah sakit.

”Luar biasa?” tanya Barkah

”Dulu saat kamu di Obgyn dapat kasus atonia uteri ga Kah?” tanyaku sambil membenarkan tempat duduk.

”Ga dapat tuh, emang semalam kamu dapat kasus itu?” tanya Barkah

”Iya Kah, sebenarnya hipotoni yang menjadi atonia, seumur-umur baru kali ini lihat darah mengalir deras seperti kemarin. Ngeri lihatnya.” kataku di sela-sela makan pisang goreng raja makanan favoritku

”Terus berhasil diatasi” tanya Barkah juga di sela-sela menyantap soto daging sapi.

”Alhamdulillahnya Ya. Nyaris dilakukan histerektomi. Peristiwanya heroik sekali. Sampai-sampai dokter Burhan nyari sendiri obatnya di rumah sakit dr Oen lho!” kataku

”Sorry Rim, out of the topic, Rim ada hal penting yang harus kamu ketahui. Dua minggu ini aku melihat Endar terlihat sangat murung, terlebih setelah mendengar kamu menikahi Aisyah. Kemarin aku melihat dia membawa tas besar menaiki bis, entah dia pergi kemana. Tampaknya dia ingin melarikan diri dari kenyataan bahwa engkau bersanding mesra dengan Aisyah.” jelas Barkah

”Lalu..” kataku

”Lalu katamu? Kamu ini bagaimana sih? Kamu tega sekali Rim” kata Barkah menghentikan minumnya dan hampir tersedak

”Aku harus bagaimana? Haruskah aku memedulikan dia, sementara di sampingku sudah ada seseorang yang mempunyai hak aku sayangi dan aku cintai sepenuh kemampuanku.” tanyaku pada Barkah.

”Ya setidaknya kamu tidak cuek seperti itu Rim!” Barkah menjawab

”Barkah. Aku pernah mengalami sakitnya putus cinta. Menyakitkan memang. Tapi aku yakin itu hanya sementara. Walaupun akan tetap menjadi luka. Yang penting tidak dititili. Kalau aku memberi perhatian kepada Endar, mengapa murung, mengapa begini, mengapa begitu, terus terang ya Kah, itu sama saja artinya nitili luka hati dan membuat lukanya bertambah parah. Sehingga jangan heran kalau aku memilih bertindak ’cuek’. Kelihatannya kejam, tetapi itu membantu luka hati agar cepat ’sembuh’.” jelasku

”Gini aja Rim, setidaknya kamu menulis surat untuknya” Barkah memberi usul

”Yah, aku akan memikirkan usulmu. Atau..kayaknya ada yang ga beres deh. Kenapa yang pusing memikirkan itu kamu. Kayaknya kamu menaruh hati deh sama Endar” jawabku

”Kamu kok malah memutar balikkan fakta Rim” kata Barkah ga mau terima

”Kalau iya, juga ga pa pa kok” kataku dengan senyum-senyum

”Bukan begitu Rim, kok aku yang jadi target penyerangan sih” Barkah menyeringai

”Jujurlah pada hatimu Kah, kalau ga kamu akan menyesal kemudian, nanti akan aku jadikan Endar istri keduaku.. ha ha ha.. biar kamu gigit jari”

”Benar nih, mau dijadiin istri kedua, nanti akan aku sampaikan ke Endar”

”Sudah sudah sudah.. tapi aku lebih senang kalau Endar itu bisa jadi istri kamu Kah”

”Tuuh mulai lagi”

”Ya ya ya... berhenti”

BERSAMBUNG...

No comments:

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments