Buku terbaru

Buku terbaru
Pengantar Kajian Ilmu Kedokteran pada Ibadah Sholat

Sunday, June 29, 2008

Dari novel "Assalamu'alaikum matahariku" bagian ke 22

Pulang kembali

Ternyata Budi atau dokter Budi memunyai rumah yang unik. Rumah tempat tinggal yang terpisah dengan ruang praktik dan ruang rawat inap untuk pasien yang membutuhkan rawat inap, tetapi tetap terhubung. Walaupun memunyai dua muka, tetapi muka keduanya tidak berada dalam satu titik potong, misalnya di ujung perempatan, satu muka di satu jalan, sedang muka lain di jalan yang lain, tetapi masih bisa bertemu di titik potong perempatan. Bahkan muka untuk rumah pribadinya berada di jalan yang berbeda dengan muka untuk praktik dan rawat inapnya. Keadaan ini sangat menguntungkan proses pelarian kami dari kejaran anak buahnya Yo yo, yang telah lama.

”Aku ada teman perwira polisi di Kabupaten. Aku antar kalian ke sana, agar bisa melindungi perjalanan kita ke Solo.” kata dokter Budi.

Dokter Budi membimbing kami menuju ruang garasi mobilnya. Setelah tiga kali belokan dan ruangan akhirnya sampai juga.

”Dokter Budi yakin dengan keamanan kami, kalau didampingi perwira itu?” tanya Iqbal meyakinkan.

”Sekarang ini Tentara dan Polisi telah mereformasi diri mereka. Mereka sekarang benar-benar melindungi rakyat yang seharusnya mereka lindungi. Aku benar-benar tahu bagaimana mereka itu. Mereka berjuang keras membangun citra baik dengan mereformasi diri mereka dari dalam. Semua proses dibuat sangat transparan. Aku tahu betul, karena aku kan asisten kepala Dinas Kesehatan. Jadi aku sering rapat dengan mereka. Termasuk perwira yang akan aku mintai tolong. Namanya Kolonel Jauhari.” Jelas dokter Budi.

Tampak mobil Toyota Kijang Inova hitam berdiri kokoh dan elegan. Dokter Budi menyilahkan kami masuk.

”Kalian duduk di jok paling belakang saja, biar tidak mencurigakan. Sehingga dari depan yang terlihat hanya aku saja yang ada di mobil.” kata dokter Budi, sambil memencet-mencet tuts yang ada di handfonnya.

”Siap komandan!” kataku sambil memasuki mobil bersama Iqbal dan Harun.

Untuk sementara aku bisa tenang, demikian juga Iqbal dan Harun. Cuman aku masih mengkhawatirkan nasib Imam dan Widodo. Mudah-mudahan mereka lolos dan selamat.

Tampak dokter Budi masih menelfon seseorang, sambil membukakan pintu, secara sepintas terdengar pembicaraan..

”Minta tolong anak buah pak Jauhari yang membawa Inovanya nanti sesampai di Polsek ya pak. Sepuluh menit lagi insya Allah sampai” kata dokter Budi mengakhiri pembicaraan lewat handfon dan menyalakan mesin mobil. Halus sekali suaranya. Tidak seperti mobil truntung bapak. Mobil bergerak keluar dan nyaris tanpa suara yang terdengar.

Keluar dari rumah dokter Budi, dik Iqbal sempat memberikan isyarat kepada ku dan Harun kalau ada orangnya Yo yo yang memelototi mobil dokter Budi setelah beberapa meter keluar di jalan. Beberapa saat kemudian tampak di belakang ada sepeda motor yang membuntuti.

”Tampaknya kita dibuntutin orang Bud” kataku

”Kayaknya ya” kata dokter Budi sambil memperhatikan spion mobil.

”Kalian bertiga semuanya pasang sabuk pengamannya” kata dokter Budi sekali lagi.

Dari belakang kulihat satu mobil tampaknya mitsubishi L 300 dan satu sepeda motor tril. Sementara dokter Budi makin mengencangkan laju Inova yang dikendarai. Dokter Budi sudah hafal betul tikungan-tikungan, tanjakan, dan jurang terjal di sepanjang jalan ini. Begitu lihai sekali dia. Tapi kami yang dibelakang dibuat was was dan berdesir ketika dokter Budi melakukan berbagai manuver-manuver.

Tampaknya dokter Budi sudah memprediksi keadaan ini. Sejak dari rumahnya tadi sudah mengaktifkan headset handfon-nya. Memencet berulang ke nomor seseorang. Mengomunikasikan keberadaannya kepada seseorang yang dia telfon.

”Baru sampai di tikungan kilometer kelima! Kita dibuntutin mobil L300 dan satu motor tril! Lima menit lagi insya Allah nyampe” kata dokter Budi, seperti orang yang bicara sendiri.

Aku dan kedua adikku terdiam dan hanya saling berpandangan, setelah itu mata memelototin jalan yang dilalui Inova yang kami tumpangi dan sesekali menengok ke belakang melihat pembuntut itu berjuang keras memacu kendaraan mereka. Tampaknya tertinggal agak jauh. Hanya motor tril saja yang agak mendekat. Aku tidak menyangka kalau saat ini benar-benar mengalami olah raga detak jantung dan memacu adrenalin. Was-was dan pasrah berdoa.

Di sela-sela tubuh-tubuh kami yang berayun-ayun. Kupejamkan mata, kembali kupasrahkan diri kepada Allah, Dzat yang maha mengatur segala sesuatu. Dzat Yang Maha Menghancurkan Makar para penentangnya. Dzat Yang Maha Menghendaki siapa saja yang Dia kehendaki mendapatkan kemenangan. Aku hanya pasrah. Demikian juga kedua adikku. Kami hanya bisa memperbanyak dzikir-dzikir yang dilantunkan oleh bibir-bibir kami.

Berkali-kali motor tril itu berhasil mendekat. Dan satu kali pengendaranya berhasil menendangkan kakinya pada bodi mobil inova. Tapi tidak keras, kayaknya tidak menimbulkan goresan atau cekungan.

Mobil Inova terus melaju kencang dan lincah menyusuri kejutan-kejutan jalanan pegunungan yang tidak dapat diprediksi dan dalam gelapnya malam. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul sepuluh malam. Namun dokter Budi benar-benar menunjukkan kepiawaiannya dalam kendali pengemudian.

Sementara itu di belakangnya walaupun L300, teknologinya lebih lama ketimbang teknologi mesin Inova, pengemudinya pun juga lihai dan tak kalah gesitnya dengan dokter Budi. Apalagi pengendara motor tril.

”Allahu Akbar! Mobil yang sholeh! Mobil yang sholeh!” teriak dokter Budi.

Kami bertiga saling berpandangan tidak mengerti.

”Maksudnya?” tanyaku melongo

”Di depan itu kantor Polsek, sejak satu kilometer tadi para pengejar sudah menghentikan kendaraan mereka. Mereka tahu di depan kita kantor polsek. Tampaknya mereka bersiap berganti kendaraan pengintai. Ada yang memata-matai kita di sekitar sini” kata dokter Budi

”Terus langkah kita bagaimana?” tanya Harun.

Don’t worry, they have second plan, we have second plan too” tenang dokter Budi

Second plan?” tanya kami serempak

Yes, just follow the scenario.. OK!” jawab dokter Budi mantap

”Yah kita ngikut saja sama our leader” kataku

---------------------------------

Mobil Inova yang kami tumpangi memasuki halaman Polsek dan terus sampai halaman belakang. Dan yang membuat kami terkejut, ada dua mobil inova hitam yang sama persis dengan inovanya dokter Budi, sudah dalam posisi parkir di sana.

”Ya ya ya aku baru paham” kataku mantap kepada dokter Budi.

”Kalian turun dulu. Kita berganti mobil” kata dokter Budi sambil membuka pintu, dan mengangkat kursi di baris kedua, agar kami bisa keluar.

”Terima kasih ya Bud” kataku

Sesosok pria tegap, berpenampilan bersih dan rapi, berkumis tebal, datang menghampiri kami.

”Eh..kenalkan ini kolonel Jauhari” kata dokter Budi.

”Saya Karim”

”Saya Harun”

”Saya Iqbal”

Sambil menyalami kami bertiga, kolonel Jauhari memerkenalkan dirinya

”Saya Jauhari”

”Saya sudah faham kondisi kalian, teman Anda Widodo dan Imam beberapa hari yang lalu melapor kepada kami, mereka kehilangan kalian. Saya antar kalian ke Solo malam ini juga bersama empat anak buah saya.” kata kolonel Jauhari.

Aku perhatikan ternyata plat nomor kijang inova itu sama persis. Setelah berbasa-basi sebentar, kami dipersilakan masuk ke salah satu kijang inova itu. Satu kijang inova meluncur duluan menuju Solo, sepuluh menit kemudian rombonganku beserta kolonel Jauhari. Kemudian diikuti mobil patroli ditumpangi empat anak buahnya. Sementara itu kijang Inova dokter Budi dengan dikawal satu mobil patroli pulang kembali ke rumah dokter Budi beberapa menit kemudian.

---------------------------

Serasa mimpi buruk berakhir, untuk urusan pelarian dik Iqbal. Setidaknya aku sudah merasa aman dan merasa terjamin keselamatanku beserta dik Iqbal dan dik Harun untuk pulang ke Solo, dan ke Nganjuk.

Sekarang ini aku melihat persoalan yang demikian menggunung ada di depan mata. Mencari uang cair sebanyak setidaknya dua ratus juta. Pertama seratus lima puluh juta untuk melunasi utang-utang beserta komisi yang harus dibayar dik Iqbal. Kedua, mencarikan rumah kontrakan baru untuk bapak, ibu dan aku berharap dik Iqbal mau mendampingi bapak dan ibu di rumah kontrakan baru itu. Aku berharap agar ada yang mengawasi dan merawat kesehatan bapak ibu. Ketiga butuh modal awal bagi dik Iqbal untuk memulai usaha baru. Keempat, membangkitkan semangat bangkit dik Iqbal dari reruntuhan usahanya beserta harga dirinya yang benar-benar terpuruk dengan keadaan ini. Dik Iqbal sekarang kepercayaan dirinya serasa di dasar jurang yang paling dalam di dunia. Sangat terpuruk.

Kalau aku merunut ke belakang, ketika bapak dan ibu memutuskan untuk menjual tanah dan rumah yang kami tinggali ketika dulu mbak Fatimah dan mbak Malika kuliah di fakultas kedokteran. Rumah baru belum selesai, yang kami tempati adalah bakal dapur yang bisa dianggap satu kamar, pintu belum jadi, listrik belum ada. Angin malam seenaknya saja masuk menyapa tubuh-tubuh kami, ketika tidur. Ibu berjualan makanan dengan beratap terpal. Aku merasa berdosa kalau ingat waktu itu, mengapa harus malu dilihat teman-teman melihat kondisi rumah kami yang memprihatinkan. Termasuk pula malu bila ikut membantu ibu melayani orang yang makan di warung terpal ibu. Belajar di malam hari dengan lampu petromax. Aku ingat betul, celana aku tambal berkali-kali, aku jahit sendiri, termasuk sepatu yang jebol, dijahit seadanya. Untuk sekolah dokter bagi mbak Fatimah dan mbak Malika termasuk aku sendiri, bagi keluargaku bagaikan si pungguk yang merindukan bulan. Sangat tidak masuk akal. Aku ingat betul ketika pulang dari sepeda naik sepeda ontel reot, aku bermimpi suatu saat nanti aku akan berhasil, mencapai jauh yang aku miliki saat ini. Aku akan pindah dari takdirku sekarang yang miskin menjerat.

Walaupun akhirnya sedikit demi sedikit mendekati normal, datanglah musibah dik Iqbal. Ya Allah karuniakanlah kesabaran kepada keluarga kami.

Sedangkan aku sendiri, harus menyelesaikan urusan pelantikan dokter dan mencari uang untuk menutupi biaya pelantikan dokter. Meminta lebih pada bapak ibu di Nganjuk tidak tega rasanya menambah penderitaan di atas penderitaan.

Dan yang lebih besar lagi bagi diriku adalah hubunganku dengan de Ais. Itulah yang paling membuatku sangat gelisah. Tidak terima. Merasa terhina. Merasa terkhianati. Hati ini serasa dicacah-cacah habis. Kehormatan ini serasa diinjak-injak. Muka ini serasa dicabik-cabik oleh kuku-kuku kotor. Dihina. Sialan benar dokter KinDono.

Waktu tidak dapat dibuat dibuat berjalan terbalik. Kalau tahu seperti ini, pasti aku sudah memilih yang lain.

Ya Allah...

Aku yakin Engkau tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kapasitas yang dimiliki hamba-Mu ya Allah. Betapa beruntungnya orang yang benar-benar beriman. Hatinya selalu merasa aman atas segala cobaan hidup yang diberikan Allah kepada mereka. Di berikan nikmat bersyukur. Diberi cobaan mereka mengucapkan innalillaahi wainna lillaahi roji’un. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Laa yukallifullaahu nafsan illa wus’aha....

Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan beban melainkan sesuai dengan kapasitas hamba-Nya.

Ya Allah

Mengapa dunia ini serasa begitu sempit sekarang. Dada ini serasa sesak. Jantung serasa enggan berdenyut. Dunia terasa hampa tanpa makna.

Allaahumma anta robbi laa illaa ha illa anta..

Ya Allah, Engkaulah pelindungku tidak ada lagi yang mampu menolongku melainkan Engkau.

Aku memohon hanya kepada-Mu

Aku hanya bisa berdoa hanya kepada-Mu

Siapa lagi yang bisa aku keluh-kesahi selain Engkau ya Allah

Allaahumma inna na’udzubika min annusyrika bika syaian na’lamahu wanastaghfiruka limaa laa na’lamhu.

Ya Allah ya Tuhanku, aku memohon kepadaMu, lindungilah kami dari perbuatan yang paling Engkau murkai, menjadikan tandingan-tandinganMu entah itu harta, istri, segala yang tersirat dari pikiranku, hawa nafsuku, baik yang aku mengetahui maupun aku tidak mengetahuinya.

Ya Allah

Sesungguhnya Engkau adalah Tuhanku, yang Maha Mendengarkan doa

Kabulkanlah permohonanku

Lapangkanlah hatiku,

Selesaikanlah kerumitan hidup yang aku hadapi,

Walaupun permasalahanku tidak sebanding dan tidak ada apa-apanya dibandingkan para nabi-nabiMu, para rasul-rasulnyaMu, amanahnya melingkupi segala manusia, harus menyelesaikan masalahnya sendiri, masalah keluarganya sendiri...

Walaupun permasalahanku, tidak tertara dengan penderitaan ditelantarkannya nabi Yunus oleh kaumnya hingga masuk perut ikan.

Walaupun permasalahanku, tidak ada taranya dengan nabi Ibrahim yang sendirian di tengah kaumnya dan Engkau uji memisahkan anak dan istrinya ribuan mil di tengah padang pasir luas yang menyengat hanya memenuhi perintahMu

Walaupun permasalahanku, tidak ada taranya dengan hinaan dan lemparan batu kepada rasulMu yang mulia Muhammad SAW ketika mencoba hijrah di Yatsrib.

Walaupun hati ini, jiwa ini penuh dengan dosa, sangat bodoh, sombong dan tidak tahu diri...tidak utuh sebagai hambaMu

Tanpa aku sadari air mata ini menetes...bergulir dengan hangat membasahi pipiku.

Rindu rasanya ingin segera sampai kota Solo...

Sholat tahajjud, bermunajat kepada Allah

Memperbanyak tadarus Al-qur’an

Mengikuti jejaknya Imam Maliki sebelum melangkah menuju tempat pencambukan beliau...karena mempertahankan keyakinan

Menelusuri jejak para ulama dan sidiqin

Menjadikan sabar untuk tunduk dan taat kepadaNya sebagai kekuatan

Bersusah-susah membangun rasa aman dan tenteramnya seorang mukmin.

Pulang kembali kepada jalanMu menunggu datangnya waktu yang tlah Engkau janjikan

No comments:

kebersamaan yang Indah kita

Daisypath Anniversary Years Ticker
zwani.com myspace graphic comments